TUTI AGUSTINI FOR RADAR MANDALIKA PENGUKURAN: Petugas Puskesmas Batunyala saat mengukur tinggi badan seorang anak di Desa Kelebuh, belum lama ini.

PRAYA – Angka stunting atau gagal tumbun pada anak balita dari lima desa/kelurahan di wilayan kerja Pusksmas Batunyala, Kecamatan Praya Tengah (Prateng), Lombok Tengah sebesar 30,92 persen atau mencapai 1.136 kasus dari jumlah sasaran anak yang diukur sebanyak 3.673 orang. Dari angka kasus stunting tersebut, rinciannya tinggi badan anak sangat pendek ada sebanyak 244 orang dan pendek ada 892 orang.
Adapun rincian angka kasus stunting dari catatan Puskesmas Batunya berdasarkan data sampai Febuari 2021. Berturut-turut angka stunting tertinggi di Desa Kelebuh sebesar 36,58 persen atau 338 kasus dari jumlah sasaran sebanyak 924 orang, itu terdiri dari sangat pendek ada sebanyak 68 orang dan pendek ada 270 orang. Kemudian disusul Desa Lajut sebesar 31,06 persen atau 251 kasus dari jumlah sasaran sebanyak 808 orang, terdiri dari sangat pendek ada sebanyak 43 orang dan pendek ada 208 orang.
Selanjutnya, angka stunting di Kelurahan Sasake sebesar 30,17 persen atau 118 kasus dari jumlah sasaran sebanyak 391 orang, itu terdiri dari sangat pendek ada sebanyak 12 orang dan pendek 106 orang. Berikutnya di Desa Batunyala sebesar 27,97 persen atau 256 kasus dari jumlah sasaran sebanyak 915 orang, terdiri dari sangat pendek ada sebanyak 65 orang dan pendek ada 191 orang. Angka stunting terendah di Desa Pejanggik sebesar 27,24 persen atau 173 kasus dari jumlah sasaran sebanyak 635 orang, itu terdiri dari sangat pendek ada sebanyak 56 orang dan pendek ada 117 orang.
Petugas Gizi Puskesmas Batunyala, Tuti Agustini menyampaikan, pengukuran tinggi dan panjang badan serta penimbangan massal terhadap balita dilakukan dua kali setahun. Pada bulan Febuari dan Agustus. Di mana, pengukuran dan penimbangan massal ini untuk menjaring balita yang stunting, dan gizi buruk. “Itu bersamaan dengan pemberian vitamin A, obat cacing,” katanya kepada Radar Mandalika, Jumat (20/8).
Puskesmas Batunyala terus berupaya melakukan berbagai langkah penanganan dan pencegahan dalam rangka penurunan angka kasus stunting. Dengan melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di 58 posyandu dari semua wilayah sasaran. Antara lain dengan pemberian makanan tambahan (PTM), dan lain sebagainya.
“Tahun kemarin, dari kita ada pemberian PMT untuk balita gizi kurang, stunting. Kemudian PMT untuk ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronik), dan untuk PTM di posyandu,” ungkap Tuti.
Dilanjutkan, pihaknyak juga sudah membuat masing-masing satu kelas disetiap desa/keluarah untuk menurunkan angka kasus stunting. Yaitu kelas gizi dan kelas ibu hamil. Peserta dalam kelas gizi yaitu balita yang gizi kurang, balita yang BGM (Bawah Garis Merah), dan balita yang berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut atau lebih. Sedangkan untuk kelas ibu hamil, pesertanya khusus bagi ibu hamil KEK.
“Satu desa itu satu kelas. Pesertanya sebanyak 15 orang,” ungkap Tuti.
Dikatakan, saat ini jumlah kelas yang sudah ada dimasing-masing desa itu dianggap masih kurang. Karena itu, pemerintah desa atau kelurahan diharapkan dapat menambah jumlah kelas gizi maupun kelas ibu hamil guna memasifkan kembali penanganan dan pencehana kasus stunting.
“Nah itu nanti kita koordinasikan ke desa. Kan banyak dananya di desa. Nanti mereka lah yang nambah kelas-kelas itu,” harap Tuti.
Kegiatan dalam kelas gizi maupun kelas ibu hamil disebutnya selain pihaknya memberikan materi kepada orangtua balita. Tetapi juga diadakan demo masak. Bagaimana orangtua balita mengolah makanan yang baik, bergizi, dan seimbang. Dan, orangtua balita diajarkan cara pemberian makan untuk bayi yang baru berumur enam bulan.
“Kita mulai pemberian MPASI (Makanan Pendamping ASI) itukan enam bulan,” tandas Tuti.
Selain itu, pihaknya juga melakukan kegiatan penyuluhan disetiap posyandu. Juga melakukan konseling. “Misalnya kalau kita temukan balita yang berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut atau lebih, kemudian ada balita yang BGM, itu kita langsung konseling di posyanadu maupun kita temukan dirawat jalan,” ujar Tuti.
Banyak faktor menjadi pemicu kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Batunyala. Persoalan utamanya pola asuh anak, pernikahan dini, sanitasi/lingkungan kurang maksimal hingga pola makan. Banyak ditemukan orangtua memberikan makanan lain selain ASI sebelum anak berumur enam bulan. Seharusnya anak diberikan ASI dari mulai lahir sampai enam bulan.
Kemudian setelah berumur enam bulan, tambah Tuti, anak semestinya mulai diberikan makanan pendamping ASI seperti bubur hinggga kemudian anak nanti berumur 12 bulan atau satu tahun diberikan makanan keluarga. “Tetapi ini masih banyak yang kita temukan di masyarakat itu alasannya anaknya susah makan. Jadinya cuman ASI saja diberikan sampai anak umur satu tahun. Kemudian hanya memberikan nasi saja dengan garam sebur aik (campur air),” bebernya.
Persoalan sumber daya manusia (SDM) kader dan alat pengukuran dan penimbangan juga diakuinya berpengaruh terhadap stunting. Puskesmas Batunyala sudah mendapat alat Antropometri Kit sebanyak 20 dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Alat Antropometri Kit ini tediri dari Microtoice, Length Board, timbangan digital, dan lainnya.
“Waktu posyandu petugas yang harus mengukur didampingi dengan kader supaya data yang dihasilkan bisa akurat,” kata Tuti.
Tetapi jumlah alat Antropometri Kit yang diterima tersebut dianggap masih kurang dibanding dengan jumlah 58 posyandu dari lima desa/kelurahan yang menjadi wilayah sasaran Puskesmas Batunyala. Sementara, tahun lalu yang menjadi loksus stunting yaitu Desa Kelebuh, Pejanggik, dan Kelurahan Sasake dengan jumlah 35 posyandu.
“Akhirnya kita siasati kemarin itu mana posyandu yang dekat itu kita kasih satu alat. Misalnya nanti kalau posyandu yang berdekatan bisa minjam,” ujar Tuti.
Diutarakan, pihaknya sudah mengusulkan penambahan bantuan alat Antropometri Kit dari jumlah kekurangan yang ada sebanyak 38 alat. Setelah pihaknya diminta oleh Dinas Kesehatan (Dikes) Loteng. Namun ususlan tersebut belum juga terealisasi hingga saat ini.
“Kalau untuk peningkatan SDM kader, kita di puskesmas setiap tahun mengadakan penyegaran (pelatihan) kader. Tentang cara pengukuran, pencatatan dan pelaporan. Dan disetiap posyandu kalau ada permasalahan dari kader bisa ditanyakan langsung ke petugas,” kata Tuti. (zak)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 313

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *