Ada 44 Jenis Burung, Masuk ke Dalam Harus dengan Juru Kunci
Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak berada di kawasan konservasi hutan lindung Negara yang dijaga kelestarian. Di sana juga begitu banyak flora dan faunanya. TWA ini berada di lahan seluas 1217,97 hektare masuk Desa Mertak, Kecamatan Pujut Lombok Tengah.
KHOTIM – LOMBOK TENGAH
TAMAN wisata alam (TWA) Gunung Tunak ditetapkan pada 2013. Dimana ada kesepakatan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Pemerintah Korea Selatan untuk membuat pariwisata alam Indonesia di wilayah Lombok Tengah.
Momen ini juga dibentuk bertepatan dengan perencanaan penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Pada saat itu, kawasan TWA Gunung Tunak masuk dalam wilayah koridor 9 yang terdiri dari tiga Provinsi yakni Bali, NTB dan NTT.
Data yang diterima, di kawasan NTB diusulkan tiga lokasi yang diusulkan menjadi lokasi. Di antaranya, Tanjung Tampah di Desa Prabu, Gunung Tunak di Desa Mertak dan Gunung Rinjani di Kabupaten Lombok Timur.
Sementara, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lombok Tengah Bidang Pengendali Ekosistem Hutan TWA Gunung Tunak, Lalu Gede Gangga Widarma membeberkan. Pada sekitar tahun 2014 – 2015 Tunak terpilih menjadi lokasi kawasan konservasi hutan negara wisata alam mengingat tutupan tanahnya yang masih bagus. Dimana, masyarakat sekitar sangat menjaga alam, namun pada saat itu Pemerintah Korea tidak membangun langsung setelah lokasi di setujui dengan pertimbangan yang matang.
Dijelaskannya, sebelum masyarakat sekitar belum dilatih dan diberikan pemahaman terkait apa yang akan dibangun di lokasi. Warga sekitar yang telah ditunjuk dikirim langsung ke Korea Selatan sekitar 15 orang untuk pelatihan cafasity building terkait bagaimana pengelolaan wisata alam yang berhasil di Pulau Jeju Island, Korea Selatan.
Adapun spot wisata di kawasan Pantai Bile Sayak Tunak disebut mirip seperti lokasi pariwisata di Jeju Island di Korea Selatan. Dari inilah yang menjadi dasar juga Pemerintah Korsel membangun Tunak dengan harapan akan menjadi lokasi destinasi yang menyerupai.
“Pembangun TWA ini merupakan hibah Pemerintah Korsel. Sehingga dalam pengelolaannya tidak ada sistem pembagian hasil ke pihak Korea Selatan,” bebernya kepada media.
Lanjut dia, tahun 2016 mulai pengembangan fisik sarana dan prasarana dilakukan, dan tuntas dikerjakan tahun 2017 dan diresmikan pada tahun 2018.
Adapun aneka Satwa yang ada di kawasan ini, burung sejumlah 44 jenis, dengan jenis yang dilindungi dan difavoritkan yakni Burung Gosong atau masyarakat menyebutnya dengan sebutan Burung Hantu yang sekejap mata menghilang, dengan spesies bertubuh kecil namun memiliki kekuatan yang luar biasa. Ceritanya, telur burung ini lumayan besar bahkan saat bertelur sampai pingsan. Cara bertelurnya dengan menguburkan di tanah dan ditumpuk tinggi hampir 2 meter.
Kemudian, jenis yang primadona juga kupu-kupu selalu ada sepanjang tahun tetap ada dan menjadi indikator bahwa kondisi alam di Tunak masih banyak tanaman yang berbunga dan masih utuh kondisinya.
Jenis mamalia di alam maupun yang ada di penangkaran yakni, Rusa dimana merupakan logo Provinsi NTB, namun kondisi rusa di alam itu juga sudah terbatas. Terakhir tahun 2018 di alam ada sekitar 35 ekor yang merupakan hasil pengembang biakan. Kemudian adanya jenis Elang Bondol dan Elang Laut yang juga merupakan satwa yang dilindungi.
“Kami tidak ahli dalam pengelolaan wisata terutama dalam bidang perhotelan, saya tahu hanya mengelola ekosistem dan hutan. Kami bekerjasama dengan para ahli pakar pengelolaan wisata hotel dan lainnya dalam pengembangan wisata,” ceritanya.
Pegiat pariwisata yang terlibat di TWA Gunung Tunak, Rata Wijaya juga menceritakan kondisi TWA Gunung Tunak. Katanya, melakukan pergeseran pemikiran masyarakat dari kebiasaan merusak hutan kemudian berburu yang dikelola dan mampu menghasilkan terobosan pengarahan profesi yang dirangkaikan dengan kegiatan kepariwisataan.
“Banyak masyarakat pemburu burung di sekitar dijadikan guide, para pemburu foto burung langka dimana dalam aktivitas tersebut hasilnya lebih menjanjikan daripada profesinya dahulu,” katanya.
Sementara, pemanfaatan dengan tetap mengedepankan asas konservasi atau pelestarian, dimana dari pengelolaan yang tepat seperti manajemen hotel dan restoran menggunakan kelompok masyarakat yang mengelola. Sebagian daripada hasilnya menjadi pengembangan dan sumber pendapatan masyarakat yang terlibat.
Katanya, TWA Gunung Tunak juga memiliki nilai kepercayaan animisme yang tinggi. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang disakralkan masyarakat sekitar, apabila ada niat buruk akan mencuri pohon satwa dan lainnya maka setelah keluar kawasan akan menerima nasib sial.
Kemudian adanya makam para orang terdahulu seorang nenek yang di kawasan Pantai Bile Sayak. Ini diyakini dulu sempat hilang dan di tempat itulah nenek tersebut hilang misterius dan diberikanlah tanda sebuah batu nisan layaknya makam.
Ada juga kawasan yang paling di sakralkan sampai dengan saat ini, ini diyakini sebagai kawasan bebas dan dimensi lain. Baik aura mistis yang kuat dan tidak boleh siapapun masuk tanpa ditemani sang juru kunci kawasan tersebut, yakni kawasan Gunung Raden.
“Bahkan pada zaman dahulu ketika masih perburuan liar, konon ketika rusa target buruan masuk ke kawasan Gunung Raden maka tidak boleh kita masuk ke areal tersebut.(*)