Temuan BPK RI Biaya Nginap Dewan di Hotel Saat Kunker
MATARAM – Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran ( Fitra) NTB mendorong agar oknum anggota DPRD yang melakukan kesalahan penggunaan anggaran biaya penginapan Kunjungan Kerja (Kunker) dengan temuan BPK RI Rp 247 juta agar diberikan sanksi berlapis. Paling tindak sanksi etik.
“Jadi menurut saya perlu mekanisme sanksi berlapis. Mengembalikan duit sekaligus kena sanksi etik,” tegas Sekjen FITRA NTB, M Ramli, Rabu kemarin.
Temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2020 di sekretariatan DPRD NTB itu bukan di tahun ini saja terjadi. Maka harus diberikan efek jera termasuk pemberian sanksi etik tersebut.
“Menurut saya ini bisa masuk ke ranah etik karena ada unsur kesengajaan. Tidak bisa sekadar administrasi,” kata Ramli.
Terkait sanksi etik, lanjut Ramli hal itu menjadi tugas dari Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB. BK diharapkan turun tangan dalam masalah tersebut. Dalam memberikan sanksi etik tentu dikembalikan kepada Tata Terbit (Tatib).
“Tapi setidaknya (BK) bisa berikan rekomendasi ke partai untuk menilai perilaku kadernya,” katanya.
Temuan BPK tersebut secara tidak langsung telah merusak marwah lembaga legislatif. “Ini merusak marwah DPRD. Temuan rutin ini kalau terus begini akan gerus kepercayaan publik terhadap lembaga ini,” yakinnya.
Fitra sendiri tidak habis pikir masih saja ada temuan BPK. Seakan tidak berkaca pada pengalaman tahun sebelumnya. Bisa dibayangkan di tahun 2019 sesuai LHP BPK 2020 juga ditemukan dugaan penyalahgunaan anggaran senilai Rp 800 an juta. Padahal sejak disampaikan LHP itu, mereka harus melunasi (mengembalikan) maksimal 60 hari.
“Ndak bikin jera,” cetusnya.
“Hasil pantauan kami selama ini, anggota DPRD jadi pelaku perjalanan dinas yang (selalu) jadi temuan BPK,” tambahnya.
Sementara itu, Sekwan DPRD NTB, Mahdi langsung memanggil Kabag Keuangan Setwan DPRD NTB, Muhariadi. Mahdi ingin memperjelas berapa jumlah temuan tersebut dan berapa yang sudah dikembalikan. Berdasarkan data Kabag Keuangan nilai perjalanan dinas DPRD NTB tahun 2020 senilai Rp 27 M. Namun yang menjadi temuan BPK RI sebesar Rp 247 juta dan sebanyak Rp 108 juta telah dikembalikan.
“Sisanya Rp 130 an juta. Ini punya waktu 60 hari dikembalikan. Temuan itu 20 anggota dewan termasuk staf,” beber Mahdi.
Mahdi menjelaskan adanya temuan itu terjadi karena kelebihan bayar kamar hotel bervariasi dari Rp 100 ribu, Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.
“Ada selisih seratus ribu dua ratus ribu harga kamar. Contohnya saya nginal di Arya Duta Hotel, kalau saya langsung membayar disana harganya Rp 600 ribu tapi kalau saya beli di traveloka harganya lebih Rp 200 ribu (Rp 800 ribu),” beber Mahdi mencontohkan.
Contoh kedua sesuai Pergub standar harga kamar hotel mislanya Rp 2 juta tapi si anggota nginapnya yang nilainya Rp 2,5 juta. Setelah dicek ada kelebihan bayar. Terhadap temuan itu, Sekwan pun telah mengumpulkan seluruh staf pendamping anggota. Mereka diingatkan agar tidak main mata dengan anggota.
“Pastikan dimana dia nginap, tidak boleh ada mark harga, bil hotel dipastikan ril kost. Kita udah minta jangan melakukan hal -hal itu lagi,” katanya.
Mahdi menjelaskan, ada penurunan temuan dibandingkan tahun 2019 senilai Rp 800 juta. Ini menunjukkan ada penurunan perbaikan dari sisi pengendalian keuangan.”Pertama kami akan perbaikn sistem pengawasan. Kedua memberi arahan kepada anggota dan pimpinan agar tidak bermain lagi di biaya perjalanan dinas, sehingga beliau ada kehati hatian dalam memakai pihak ketiga. Sehingga besok nggk ada lagi komplin,” jelasnya.(jho)