PRAYA – Pihak RSUD Praya kecolongan. Jenazah pasien covid-19 dibawa pulang paksa oleh pihak keluarga, Senin dini hari.
Pasien inisial G, 73 tahun warga Dusun Manggu Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur. G meninggal dunia tanggal 19 April pukul 02:00 dini hari dan jenazah diambil paksa pukul 03.45 wita dini hari.
Humas Covid-19 RSUD praya, Dr Yuda Permana menyampaikan kondisi pasien Covid – 19 di RSUD Praya saat ini sudah 10 pasien konfirmasi gejala berat, kemudian 6 pasien suspek yang belum keluar hasil swab, dan 13 pasien terkonfirmasi gejala ringan dan sedang. Sehingga total keseluruhan berjumlah 29 pasien.
Dijelaskannya, adapun ruangan yang digunakan saat ini yakni, 3 ruangan dengan kapasitas dan spesifikasi yang berbeda-beda. Yakni ruangan 1 untuk pasien suspek, yang mampu menampung 22 pasien. Kemudian, ruangan 2 yakni menamping 14 Pasien dengan gejala ringan dan sedang. Dan untuk ruang 3, menampung 13 pasien untuk konfirmasi gejala berat.
“Minggu ini rata-rata ruangan masih aman, diperkirakan hanya terpakai 70 persen saja, kemudian untuk pasien sebagian besar merupakan rujukan puskesmas dan rumah sakit,” ungkapnya kepada media, Selasa kemarin.
Sementara, ia membenarkan ada pasien meninggal dunia yang dibawa paksa pulang oleh pihak keluarga. Kendati demikian hal itu terjadi setelah dilakukannya tindakan untuk pasien dan tidak tertolong, kemudian pihaknya melakukan upaya persuasif dan mengedukasi keluarga dekat supaya mengikhlaskan dan menyerahkan semua berjalan dengan standar Covid-19.
Namun kata Yuda, dimana sebelum subuh pihaknya mendapatkan info bahwa kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat dan Bhabinkamtibmas yang berkoordinasi dengan pihaknya akan datang sekitar pukul 04.00 wita dini hari, namun warga datang banyak sekitar belasan orang menjebol pintu dan membawa kabur jenazah.
“Adapun aparat, satpam dan nakes tidak bisa berkutik, mengingat jumlah massa yang lebih banyak dan memaksa masuk dan membawa jenazah, ” ceritanya.
Katanya, atas kejadian tersebut pihaknya langsung berkoordinasi dengan puskesmas, dinas kesehatan, pemdes, polsek dan polres, kemudian akan dilakukan pendalaman mengingat hal tersebut upaya pelanggaran hukum. “Kami berharap kejadian ini bisa diusut tuntas supaya jelas siapa dalangnya,” tegas Yuda.
Sementara, Kapolres Lombok Tengah AKBP Estydan Setyo Nugroho dalam keterangannya menuturkan bahwa persoalan penjemputan paksa ini terjadi mengingat kesadaran masyarakat sangat minim dan kerap kali menjadi polemik.
Kemudian adanya anggapan bahwa Covid-19 ini merupakan aib yang seolah tidak ada yang boleh mengetahui penyakitnya. “Kalau kemudian dikatakan pengamanan yang tidak maksimal kami mengakui hal itu, mengingat pengamanan, penjagaan bukan hanya dari pihak polisi namun ada pula Pol PP, Satgas Covid-19 dan masyarakat pada umumnya,” jawab kapolres.
Disamping pihaknya terus menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat persoalan yang kerap terjadi pula yakni sikap saling menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam dan mencari kesalahan.
“Kalau kemudian mengkritik maka harus pula dengan solusi dan tindakan nyata,” kata kapolres.
Ditambahkannya, harusnya di bulan Ramadan ini semua pihak terus berlomba-lomba melaksanakan ibadah, kemudian jangan sampai mencari musuh. “Covid ini bukan aib, tidak perlu malu apabila ada yang dikebumikan dengan protokol Covid, itu sudah sesuai dengan aturan MUI dari Pusat,” katanya.(tim)