MATARAM – Proyek irigasi Tetes di Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang menelan anggaran APBD NTB Rp 19 miliar disorot DPRD NTB. Tak main-main, Komisi II DPRD NTB akan mendalami proyek milik Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distabun) NTB.
“Hari Kamis kami akan turun lapangan,” ungkap Ketua Komisi II DPRD NTB, Ridwan Hidayat, Senin kemarin.
Ridwan mengaku tidak ingin terlalu cepat menyimpulkan, apalagi sampai berspekulasi yang tidak-tidak. Sebagai lembaga pengawas pemerintah, Komisi II perlu turun langsung mengecek kebenarannya seperti apa di lapangan. Meski banyak pihak yang menilai irigasi Tetes gagal lantaran dari perencanaan harusnya bisa panen selama tiga kali, namun yang terjadi malah satu kali dalam satu tahun.
“Kita tidak boleh memvonis sesuatu yang belum kita rekam secara komprehensif,” tegas pria yang juga Ketua DPD Gerindra NTB itu.
Ridwan sepakat di setiap program pemerintah yang paling penting sejauh mana fungsi kemanfaatan memberikan produksi terhadap penambahan hasil panen. Yang tidak kalah penting apakah sesuai perencanaan atau tidak.
“Iya jangan menduga-dug,” katanya.
Dilanjutkan dia, prinsipnya Komisi II tetap melihat wacana itu menjadi satu persoalan yang perlu diawasinya. Namun sebelum mengetahui lebih detail kejadiannya seperti apa, Ridwan mengimbau tidak terlalu cepat menyimpulkan.
“Untuk sementara jawaban dari Dians Pertanian yang kami terima, infonya sudah sesuai dengan pertanyaan. Masih kita (kami) mempertanyakan belum bisa berfungsi maksimal,” sebutnya.
Dalam tinjauan ke lapangan nanti, Komisi II akan turun bersama Distambun, Camat setempat termasuk juga akan mengundang pemdes dan masyarakat. Mereka akan mengecek sepereti apa fakta di lapangan.”Apakah irigasi tetes ini berikan manfaat nya. Yang pasti Komisi II tidak mau hanya mendengar cerita,” jelasnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi II DPRD NTB, Khairul Warisin menegaskan hadirnya irigasi Tetes itu mengartikan tidak boleh ada panen dalam satu kali. Namun bilamana itu yang terjadi berarti mesinnya tidak difungsikan dengan baik. Jauh-jauh hari mantan wakil Bupati Lombok Timur itu mengaku sudah turun langsung. Saat itu mengatasnamakan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA).
Dari hasilnya ada beberapa catatan sekaligus rekomendasi yang diberikan. Pertama mereka harus banyak memakai pupuk organik. Kedua untuk dataran tempat menanam masih terdapat ada yang tinggi dan rendah alias tidak merata. Ini bertujuan supaya pengairannya bisa menjadi rata.
“Rekom itu kami sudah sampaikan ke petani setempat saat itu,” bebernya.(jho)