Putus Kontrak Kelola Aset Oleh PT GTI
MATARAM – Pemerintah provinsi NTB menunjukkan taringnya. Tak main-main, pemprov pun memutus kontrak dengan PT GTI yang telah puluhan tahun menguasai aset daerah di atas 65 hektare tanah di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
“Dari awal memang rekomendasi dari DPRD NTB itu agar kontrak tersebut diputuskan saja. Nah, sekarang kalau sudah diputuskan oleh Pemprov tentu kami apresiasi. Karena itu suatu langkah yang tegas dan berani,” terang Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, kemarin.
Katanya, setelah kontrak dengan PT GTI diputuskan, Pemprov diharapkan segera merumuskan langkah-langkah yang akan diambil untuk optimalisasi aset tersebut. Sehingga bisa memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Pascakontrak ini sudah diputuskan, selanjutnya tentu bagaimana langkah-langkah Pemprov untuk mendayagunakan aset daerah tersebut untuk bisa berkontribusi maksimal terhadap PAD kita. Ada beberapa opsi yang bisa ditempuh,” ungkapnya.
Pimpinan Fraksi PKS di Udayana itu juga menyebutkan, salah satu opsi yang bisa tempuh dengan memberdayakan masyarakat yang selama ini sudah melakukan aktivitas ekonomi di atas lahan milik Pemprov tersebut.
“Saran saya opsi paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat di sana yang sudah melakukan kegiatan ekonomi. Kenapa demikian, itu untuk menghindari munculnya persoalan-persoalan sosial dari masyarakat yang sudah melaksanakan aktivitas kegiatan ekonomi di sana dari dulu,” katanya.
“Mereka tinggal dilegalkan saja, diberikan izin usaha, tapi tentu dengan syarat dan ketentuan dari Pemprov NTB harus dipenuhi oleh masyarakat,” tambahnya.
Kebijakan penetapan besaran sewa lahan kepada masyarakat penting dilakukan untuk memastikan bahwa keberadaan aset tersebut bisa memberikan PAD. Demikian juga dengan masyarakat yang melaksanakan kegiatan ekonomi di atas lahan tersebut mendapatkan kenyamanan karena ada kepastian secara hukum.
“Kenapa demikian, karena memang tujuan dari pengelola aset daerah itu adalah untuk memberikan kontribusi PAD. Jangan sampai kita punya aset tapi tidak mendapatkan apa-apa, orang lain mendapatkan keuntungan, kita hanya dapat menonton,” tegasnya.
Dengan telah diputusnya kontrak kerjasama aset Gili Trawangan itu. Bisa dijadikan momentum Pemprov NTB untuk menertibkan aset-aset daerah lainnya yang selama ini belum memberikan kontribusi PAD.
“Ini bisa jadi momentum bagi Pemprov NTB untuk melakukan langkah-langkah penertiban,” ujarnya.
Sementara, Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi mengatakan, jaksa pengacara negara (JPN) sudah menyerahkan hasilnya ke gubernur.”Tentu kita tindaklanjuti dengan apa yang sudah diputuskan. Kita cermati lebih dalam, pasca putus kerjasama itu. Memastikan semua hal administrasinya,” jawab Sekda.
“Nanti ada surat resmi Pemprov,” sambungnya.
Sekda ditanya nasib 80 pengusaha illegal yang ada di lokasi tersebut, Gita mengatakan pemprov tentu akan merancang langkah apa yang harus dilakukan.
“Kita sama sama berpikir apa langkah kita setelah itu,” tegasnya.
Diketahui kontribusi yang masuk dari aset itu hanya Rp 25 juta dalam setahun sesuai dengan isi perjanjian kedua belah pihak. Padahal berdasarkan hitungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) potensi pendapatan daerah Pemprov yang bisa dioptimalkan, yaitu dari investasi masyarakat yang sudah melakukan kegiatan usaha di lokasi tersebut, yakni sebesar Rp 24 milliar per tahun. (jho)