DOK PRIBADI/FOR RADAR MANDALIKA T Wismaningsih Drajdiah

MATARAM  –  Data TKI atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal di NTB masih marak. Ini tentu menjadi masalah yang masih belum bisa teratasi oleh Pemerintah NTB hingga saat ini. Padahal sudah ada regulasi yang tertuang dalam UU Nomor 18 tahun 2017 dimana poinya mengatur agar PMI yang mau berangkat ke luar negeri harus sudah punya sertifikasi yang didapatkan melalui pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) Internasional yang ada di NTB.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transimigrasi NTB, T Wismaningsih Drajdiah mengatakan, kedatangan Menteri Tenaga Kerja RI, Ida Fauziah ke Lombok Sabtu dan Minggu kemarin guna mendorong agar semua calon PMI memiliki sertifkasi yang bagus tentu dengan job-job yan sudah ditetapkan. Meski diakuinya sampai sekarang ini belum semua CPMI mendapatkan pelatihan itu. Sehingga kehadiran BLK di tingkat provinsi harus terus didorong.

Data Disnaker sendiri di tahun 2020 PMI ilegal diangka  1.252 orang. Mereka semuanya bermasalah dan baru diketahui saat mereka pulang. Pemerintah hanya mengetahui mereka bermasalah saat pulang saja.

“TKI ita tahu ketika pulang sudah bermasalah,” kata Wismaningsih di Mataram kemarin.

Menurutnya masyarakat masih belum sadar betapa pentingnya menjadi PMI secara resmi. Di daerah sudah disiapkan Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA). Namun itu pun belum dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat justru sering mengambil langkah instan alias tanpa mengikuti proses yang prosuderal. Tidak hanya itu yang menjadi masalah juga terlalu banyak calo-calo yang berkeliaran di setiap desa. Mereka masuk ke rumah orang orang dengan mengimingi kerja bagus dan pendapatan yang tinggi. Akhirnya masyarakat banyak yang cepat terpancing.

“Mereak maunya instan. Mereka sudah disipakan LTSA malah mereka maunya berangkat dari satu desa langsung keluar. Kita tidak tahu ketika kelur dari desanya mereka ngapain, kerja dimana. Saat  pulang pulangnya baru ditahu non prosuderal,” jelas Wismaningsih.

Yang menjadi masalah juga, lanjutnya belum ada satu sistem yang ada di desa yang bisa memantau masyarakatnya jika hendak bekerja keluar daerah. Dari jumlah desa di NTB baru ada 28 desa masuk sebagai Desa Migan Produktif (Desmigaratif). Di Desmigratif sudah ada petugas khusus yang melayani, memberikan edukasi hingga langkah meminimalisir masyarakat yang hendak keluar negeri secara non prosuderal.

“Tapi kemampaun masih terbatas dari 1024 desa baru ada 28 Desmigratif. Harusnya kalau di desa itu tercatat banyak keluar daerah secara ilegal harusnya bisa dikendalikan dengan adanya Desmigratif,” urainya.

Upaya yang dilakukan Provinsi selain membangun LTSA tetapi juga dibutuhkan peranan di desa yang akan berperan secara optimal.

“Ini yanng akan kita optimalkan lagi. Bagaimana carannya seluruh warga desa itu terpantau berangkatnya,” katanya.

Sosialisasi harus dilakukan pemerintah salah satunya saat ini dengan memanfaatkan progam Posyandu Keluarga meski ini belum efektif mengingat program itu baru baru ini ada.

“Belum berjalan maksimal karena posyandu keluarga baru baru ada,” katanya.

Sementara itu anggota Komisi V DPRD NTB, Akhdiansyah menjelaskan, pihaknya tentu mendorong agar banyak fasilitas penguatan kapasitas bagi CPMI. Kunjungan Menaker  yang juga kader PKB itu, lanjutnya perlu diapresiasi salah satu kegiatannya meresmikan geduang Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Gedung itu nanti adalah salah satu fasilitas memberikan keterampilan bagi masyarakat yang mau bekerja ke luar negeri.

‘Kunjungan ibu menteri kemarin patut kita apresiasi,” ungkap politisi PKB itu dikonfirmasi terpisah. (jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 299

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *