MATARAM – Warga RT 08 Lingkungan Pondok Perasi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram mengaku sudah nyaman hidup di bawah Hunian sementara (Huntara). Huntara itu sudah rampung dibangun Pemkot Mataram di Lingkungan Bekicot kelurahan setempat. Sebelumnya, sebanyak 50 kepala keluarga (KK) harus bertahan hidup di bawah tenda pengungsian.
Seorang warga, Siti mengaku, dia bersama warga lainnya yang terdampak eksekusi lahan sudah menempati Huntara. Dia mulai merasa nyaman tidur di bawah Huntara. Kondisi yang dialami sekarang telah berbeda dibandingkan ketika masih bermukim di bawah tenda pengungsian sementara yang disiapkan Pemkot Mataram milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram. “Sekarang tidur aman. Tidak kepanasan seperti sebelumnya (di tenda pengungsian). Hidup kita nggak karuan,” ungkap dia, kemarin.
Ibu dari lima anak itu mengatakan, sebelumnya harus rela terlunta-lunta saat masih bermukim di bawah tenda. Ketika hujan turun, dia bersama keluarga dan sejumlah warga lainnya harus rela kehujanan. Ketika cuaca panas, dia juga harus terpaksa panas kepanasan. Kondisi ini sebelumnya harus diterimanya lantaran dengan tempat tinggal seadanya. “Kalau hujan sudah aman sekarang. Tidak lagi keare-are (tak karuan) kayak kemarin. Alhamdulillah sekarang sudah aman-aman,” aku Siti.
Meskipun sudah mengaku nyaman dan aman, tetapi kondisi yang dirasakan sekarang tak senyaman ketika menjalani kehidupan atau aktivitas di rumah yang ditempati sebelum adanya eksekusi lahan. Sebab, di lokasi Huntara, dia bersama warga lainnya masih mengeluhkan kondisi air untuk keperluan mandi dan lain sebagainya. Sebelumnya, warga sendiri sudah membangun sumur.
Akan tetapi, kondisi air untuk keperluan mandi, mencuci dan untuk keperluan buang hajat mengeluarkan aroma tak sedap. Tapi apa mau dikata, warga yang kini bermukim di Huntara terpaksa harus menggunakan air sumur itu untuk keperluan mandi dan lain sebagainya. Karena, hanya itu yang telah diusahakan oleh warga setempat dengan membuat sumur. “Air sumur masih bau. Tapi tetap kita pakai untuk mandi. Yang penting kita pakai saja. Mungkin besok-besok tak bau lagi,” ujar dia.
Bagaimana untuk air minum, dia mengaku tidak ada masalah. Pemkot Mataram tetap menyulai air bersih untuk keperluan minum khususnya. Warga setempat disuplai air bersih untuk minum selang dua hari. Kata Siti, begitu ketersediaan aiar minum sudah setengah tandon atau hampir habis, petugas dari Pemkot Mataram dengan cepat bergerak. “Kalau untuk air minum sudah aman. Selang dua hari petugasnya datang. Soalnya kita sudah minta petugas tidak menunggu air habis terus kita didatangkan lagi. Begitu mau habis, petugas kita minta mengisi,” tutur Siti.
Pantauan di lapangan, Pemkot sudah menyediakan tandon untuk menampung air bersih guna keperluan minum. Tandon yang ada di depan Huntara berukuran 1.800 liter. Pendistribusian air minum oleh Pemkot Mataram dinilai Siti sudah lancar alias tidak dikeluhkan warga penghuni Huntara. “1.800 liter habis dalam waktu tiga hari. Pendistribusian lancar. Sebelumnya kita ngambil air cukup jauh,” tutur dia.
Siti juga mengaku, bahwa Huntara yang ditempati warga sudah dialiri listrik PLN. Namun, untuk saat ini masing-masing KK belum memiliki kwh meter. Tapi dalam waktu dekat, warga akan segera memiliki kwh meter masing-masing dengan bantuan subsidi dari pemerintah. Bahkan kata dia, warga sudah bersepakat untuk sama-sama mengeluarkan untuk keperluan listrik. “Belum terpasang (kwh). Katanya karena data belum terkumpul. Kita mengeluarkan Rp 70 ribu per KK. Ini hasil kesepakatan kita. Mungkin untuk tiang listrik atau apa,” sebut dia.
Camat Ampenan, Syamsul Irawan, mengatakan, warga sudah lama menempati Huntara yang dibangun oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Mataram. Sedangkan tenda pengungsian sudah dibongkar. Kecuali hanya satu tenda berukuran besar yang tidak dibongkar alias disisakan oleh Pemkot Mataram. Karena seaktu-waktu bisa saja dibutuhkan oleh warga untuk berbagai keperluan.
Dia mengatakan, aliran listrik PLN juga sudah tersedia di lokasi Huntara. Meskipun baru sebatas sementara. Namun yang jelas cukup membantu warga yang bermukin di sana. Kwh listrik yang disubsidi oleh pemerintah masih dalam proses. “Itukan masih sementara. Besok, langsung by name, by NIK (Nomor Induk Kependudukan) atas namanya dia (tiap KK). Jadi, dia bisa beli pulsa,” sebut Syamsul.
Dikatakan, junmlah warga yang menempati Huntara sebanyak 50 KK sesuai data awal. Sejauh ini, kata Syamsul belum ada keluhan dari warga setelah bermukim di bawah Huntara. Tidak seperti selumnya saat masih tinggal di bawah tenda pengungsian. Mereka kerap kali kehujanan saat turun hujan. “Sekarang mereka sudah menempati huntara. Otomatis persoalan itu semakin mengecil. Sampai proses itu berjalan menuju ke target yang diharapkan sampai terbangunnya Rusunawa (Rumah susun sewa sederhana),” ungkap dia.
Dia mengatakan, semua huntara sudah rampung dibangun. Dari jumlah delapan huntara, hanya satu unit yang tidak disekat karena untuk keperluan pelayanan kesehatan atau dijadikan tempat pertemuan (aula). Sedangkan untuk tujuan unit Huntara semua dibuatkan penyekat. Tiap huntara disekat menjadi delapan blok. Tiap blok dalam huntara ditempati oleh satu keluarga atau KK. (zak)