DISDAG FOR RADAR MANDALIKA TURUN: Disdag Kota Mataram saat memantau harga beberapa bapok di Pasar Mandalika, belum lama ini.

MATARAM – Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram belum bisa menekan harga cabai sampai sekarang. Hingga saat ini, harga cabai semakin pedas di sejumlah pasar tradisional di ibu kota Provinsi NTB. Di satu sisi, langkah operasi pasar (OP) tidak bisa dilakukan untuk menekan harga cabai.

Kepala Bidang Penanganan Bahan Pokok dan Penting (Bapokting) pada Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram, Sri Wahyunida menerangkan, hasil pantuan pihaknya bahwa harga cabai masih melambung tinggi di enam pasar tradisional. Di Pasar Mandalika, Kebon Roek, Pagesangan, Dasan Agung, Pagutan, dan Pasar Cakranegara.

“Memang semua harga untuk cabai mengalami kenaikan,” kata dia, kemarin (7/01).

Menyikapai persoalan masih tingginya harga cabai. Nida menuturkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Disdag Provinsi NTB terkait langkah operasi pasar untuk menstabilkan harga barang komoditas pertanian tersebut. Tapi, operasi pasar tidak bisa dilakukan karena cabai ini termasuk holtikultura yang tidak tahan lama.

“Untuk barang holti (cabai) kayaknya susah kita untuk mengadakan operasi pasar, karena cabai ini kan sifatnya barang ndak tahan lama. Kecuali kayak kedelai bisa disimpan dua sampai tiga bulan,” cetus dia.

Nida mengutarakan, harga normal untuk cabai berkisar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per kilo gram (kg). Kini, sudah mencapai Rp 60 ribu per kg untuk harga cabai super. Sedangkan, untuk harga cabai campuran masih menembus angka Rp 50 ribu sampai Rp 55 ribu per kg.

Karena operasi pasar tidak memungkinkan untuk dilakukan. Salah satu caranya, Disdag Kota Mataram meminta provinsi agar menekan Asosiasi Cabai yang ada di Lombok Timur (Lotim) supaya jangan semua cabai dikirim ke luar daerah. Jika stok cabai belum mencukupi untuk kebutuhan dalam daerah.

Disdag NTB disebutnya sudah memberikan kepastian atas permintaan Disdag kota. “Di Asosiasi Cabai itu kita berusaha menekan supaya jangan pengiriman itu full (ke luar daerah). Tolong kita disediakan dulu, baru boleh mengirim (ke luar daerah),” beber Nida.

Menurut perempuan berjilbab ini, Disdag NTB harusnya berperan aktif dalam mengatasi gejolak harga di kabupaten/kota. Termasuk di Kota Mataram. Provinsi memiliki kewenangan penuh dalam mengambil kebijakan. Bisa menekan Asosiasi Cabai agar lebih mengutamakan kebudahan dalam daerah.

Nida sudah merasa resah dengan kenaikan harga cabai yang terus berulang setiap tahun. Di satu sisi, belum ada solusi atau langkah yang tepat guna mengatasi terjadinya lonjakan harag barang holtikultura tersebut. Apa solusinya, ini sudah dilontarkan ke provinsi.

“Kita kan tahu faktor cuaca. Masak ini-ini terus yang akan kita alami,” cetus perempuan asal Lotim itu.

Disdag NTB disebutnya bisa mengadakan mesin Control Atmospherre Storage (CAS) untuk penyimpanan cabai agar tahan lama. Terutama di daerah penghasil cabai. Seperti di Lombok Barat (Lobar) dan Lotim. Menurut Nida, cabai yang disimpan dalam mesin CAS bisa bertahan hingga dua bulan.

“Harusnya itu ada. Cabai kan banyak di Lotim dan Lobar. Apalagi ada Asosiasi Cabai di Lotim. Provinsi bisa mengadakan itu,” cetus dia.

Hanya saja kata Nida, mesin CAS kemungkinan tidak bisa diadakan di Kota Mataram. Alasannya, produksi cabai di tingkat petani tidak terlalu banyak. Kondisinya berbeda dengan produksi cabai di Lotim dan Lobar. Disdag Kota Mataram disebutnya hanya bisa berkoordinasi dengan provinsi.

“Tapi kalau untuk di Kota Mataram kayaknya tidak bisa. Karena kita bukan penghasil cabai,” jelas dia. (zak)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *