MATARAM – Penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) di APBD Tahun Anggaran 2025, masih terus menjadi sorotan. Anehnya wakil rakyat masih bertanya-tanya mengenai transparansi pengelolaan BTT tersebut.
“Telah dibahas dan disetujui secara kelembagaan oleh DPRD,” ungkap Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Nursalim di Mataram kemarin.
Nursalim, menegaskan penggeseran dan penggunaan anggaran BTT telah melalui prosedur resmi dan sah. Termasuk pembahasan bersama DPRD NTB dalam rangkaian penyusunan APBD Perubahan. Rangkainnya, dimulai dari RKPD Perubahan, penyusunan Nota Keuangan KUA-PPAS, hingga pembahasan struktur APBD Perubahan bersama DPRD. “Termasuk belanja BTT, semuanya dibahas,” katanya.
Ditegaskannya, BTT bagian dari jenis belanja dalam struktur APBD. Sehingga, dalam APBD Perubahan ini, apapun sumber dananya bisa disebarkan ke semua program prioritas daerah. BTT merupakan bagian jenis belanja. Sama halnya dengan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bagi hasil. Sehingga, sangat mungkin dilakukan pergeseran.
Nursalim juga mengungkapkan APBD Perubahan 2025 disahkan pada September, kemudian harus melalui evaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selama 15 hari.
Dengan demikian, waktu efektif pelaksanaan hanya tersisa dua bulan menjelang akhir tahun. Berdasarkan evaluasi APBD murni di semester pertama 2025, realisasi belanja BTT ternyata sangat rendah, hanya Rp 400 juta.
Hingga saat penyusunan APBD Perubahan, Nursalim mengungkapkan realisasi sudah mencapai angka Rp 2,4 miliar, namun itu masih kecil bila dibandingkan dengan total alokasi BTT sebesar Rp 500 miliar.
Melihat realisasi yang rendah, Nursalim mengatakan Pemprov lebih memilih mengarahkan anggaran ke program-program prioritas, seperti pengentasan kemiskinan, penguatan ketahanan pangan, serta pemulihan ekonomi daerah.
“Kita tidak bisa memasang angka besar untuk BTT sementara banyak program prioritas lain yang lebih mendesak,” tegasnya.
Nursalim kembali menegaskan seluruh proses telah dibahas dalam forum resmi penyusunan APBD bersama legislatif. Termasuk berapa proyeksi pendapatan, realisasi belanja, dan struktur anggaran, semua telah disepakati.
“Angka Rp 16 miliar (APBD P) untuk BTT itu sudah disepakati dalam pembahasan KUA-PPAS dan postur APBD Perubahan,” terangnya.
Diakuinya, penggeseran dana BTT dilakukan melalui dua kali perubahan anggaran, masing-masing ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) pada 28 Mei 2025
Pada pergeseran pertama itu, dana BTT dikurangi Rp 130 miliar, dan pada pergeseran kedua sebesar Rp 210 miliar. Hasilnya, dari total Rp 500 miliar, sisa BTT menyusut menjadi hanya Rp 16,4 miliar.
Disinggung apakah benar BTT untk untuk membayar hutang? Nursalim mengatakan itu merupakan kebutuhan jangka pendek.
Sesuai regulasi, lanjutnya didalam Pergub BTT bisa juga diatur dalam kondisi mendesak. BTT lanjutnya dapat digunakan untuk tiga aspek. Pertama keadan darurat seperti kebencanaan. Jika didalam bencana ternyata anggaran BTT yang direncanakan Pemprov tidak cukup, sesuai aturan dapat dilalukan reschedule belanja. Ataupun dapat menggunakan kas yang ada.
“Bisa dipakai pembebanan langsung ketika ada bencana alam untuk evakuasi untuk membrikan makan dan lainnya. Nah ketika masuk dalam konstruksi pemulihan, BTT itu bisa digeser ke belanja langsung SKPD untuk pembangunan jalan yang sifatnya lebih permanen,” jelasnya.
Berikutnya BTT juga boleh digunakan untuk kondisi mendesak. Didalam Pergub, lainnya boleh untuk pembayaran utang jangka pendek, untuk pemenuhan standar layaman minimal, atau untuk pemenuhan belanja wajib yang sifatnya mengikat. Kebijakan ini tertuang dalam pergeseran kedua untuk pemenuhan kewajiban jangka pendek.
“Kalau tidak dipenuhi jangka pendek, bisa jadi akan lebih besar kerugiannya. Bisa (bayar hutang) ke kabupaten kota yang harus dipenuhi,” paparnya.
“(Sehingga) jangan hanya liat BTT tapi ada pasal spefisik yang mengatur,” ungkap mantan kepala Biro Organisasi Setda NTB itu.
Pemprov memastikan semua tindakan pengelolaan BTT sudah berdasarkan regulasi yang berlaku. Di antaranya mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019, hingga Permendagri Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD.
“Kepala daerah melakukan pergeseran tertera dalam Undang-undang 17 tahun 2023 Tentang Keuangan Negara. Pasal 6 bahwa kepala daerah dierikan tugas dalam mengelola keluangan daerah. Kemudian di UU 23 juga ada . Dipertegas lagi di PP 15, dipertegas lagi Permendagri Nomor 7, dipertegas lagi dengan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025. Ada juga Perda tentang pengelolaan keuangan daerah. Ada Pergub tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah. Semua regulasi itu sudah kita pedomani. Acuan sebagai dasar dalam pengelolaan kekuangan daerah,” pungkasnya.
Diketahui, polemik mencuat setelah terungkap, dari total alokasi BTT sebesar Rp 500 miliar dalam APBD murni 2025, tercatat telah digunakan lebih dari Rp 484 miliar. Akibatnya, dana BTT yang tersisa dalam APBD Perubahan 2025 hanya Rp 16,4 miliar. Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2025, sisa anggaran BTT sebesar Rp 16,410 miliar. (jho)