Muhammad Aminurlah. (ist)

LMATARAM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (NTB) mengkritisi penyusunan KUA-PPAS tahun 2026. Begitupun dengan penyerahannya lamban. Rancangan KUA – PPAS diserahkan Pemprov NTB Jumat pekan lalu. Anggota DPRD NTB, Muhammad Aminurlah menilai sebagai penyelenggara pemerintahan daerah harus taat pada aturan yang berlaku.

“Jadwal pembahasan KUA-PPAS ini sudah lewat. Namun, kita memahami itu. Apa yang menjadi amanat UU harus kita taati,” tegas Aminurullah di Mataram kemarin.

Aji Maman sapaan akrab politisi PAN tersebut mengarakan jika terjadi keterlambatan maka penyusunan APBD murni 2026 juga akan terlambat berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan paling lambat bulan November 2025.

“Kami minta patuhi jadwal,” tegasnya.

Maman mengingatkan eksekutif maupun legislatif terkait konsekuensi jika penetapan APBD 2026 terlambat dan tidak tepat waktu.

Menurutnya berdasarkan aturan pembahasan maupun penetapan APBD 2026 seharusnya selesai pada akhir November nanti. Jika pembahasan dan penetapan APBD 2026 tidak tepat waktu yakni satu bulan sebelum akhir tahun, maka kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB ini, NTB akan mendapatkan sanksi administrasi berupa gaji ASN dan DPRD ditahan dan pengurangan dana intensif daerah.

“Kalau tidak selesai akhir November nanti maka kita akan dapat sanksi administrasi. Gaji ASN dan DPRD akan ditahan dan pengurangan dana intensif daerah,” katanya.

Dikatakan Aji Maman molornya pembahasan dan penetapan APBD 2026 akan berdampak pada kualitas APBD.

Menurutnya, penyusunan APBD murni 2026 juga akan ada penyesuaian, yakni dengan perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) lingkup Pemprov NTB yang telah diundangkan melalui peraturan daerah (perda).

Beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) akan mengalami perubahan nomenklatur, penggabungan, hingga perampingan fungsi. Sehingga KUA dan PPAS harus mengacu pada struktur organisasi baru.

“Makanya kita ingatkan tahapan-tahapan ini harus sesuai dengan aturan yang ada,” pungkasnya.

Jika pembahasan APBD terlambat, maka konsekuensinya akan berdampak pada molornya pengesahan dan penetapan APBD 2026. Selain itu, eksekutif dan legislatif bisa dikenakan sanksi oleh pemerintah pusat yakni tertundanya gaji ASN dan DPRD serta pengurangan dana intensif daerah.

“Harus diprioritaskan APBD 2026 ini supaya kita tidak kena sanksi administrasi. Maka saya ingatkan kita semua. Karena kita ini adalah penyelenggara pemerintahan daerah,” papar anggota DPRD NTB dari dapil NTB 6 Kota Bima, Bima dan Dompu ini.

Sementara itu kabar kurang baik datang dari Provinsi NTB. Terkuak pemotongan dana transfer pusat sebesar Rp 1 Triliun pada APBD 2026 mendatang. Pendapatan transfer dianggarkan turun sebesar 29,01 persen. Semula pada APBD 2025 berjumlah Rp 3.498.464.336.475,00 menjadi Rp 2.483.569.768.457,00. Untuk menstabilkan fiskal daerah, Iqbal Dinda memasang target besar di Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemprov memasang target naik 5,39% yang semula pada APBD

2025 Rp 2.809.270.382.230,00 menjadi Rp 2.960.753.601.256,00.

Rinciannya meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggarkan naik sebesar 5,39% yang semula pada APBD 2025 berjumlah Rp 2.809.270.382.230,00 menjadi sebesar Rp 2.960.753.601.256,00

Disampaikan langsung Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri saat menyerahkan Rancangan KUA dan PPAS APBD TA 2026.

“Tahun 2026 merupakan tahun yang sangat krusial bagi penyelenggaraan pemerintahan di bawah kepemimpinan Iqbal-Dinda,” ucap Wagub dalam sambutannya.

Di satu sisi tantangan Iqbal Dinda akan bergerak mengarah pada seluruh pencapaian target yang telah tertuang dalam RPJMD NTB 2025-2029. Penerapan SOTK baru pada perangkat daerah yang merupakan langkah awal transformasi birokrasi, serta pembenahan di beberapa lini pemerintahan, diharapakan mampu menjadi roda penggerak untuk menuju tema besar Provinsi NTB Makmur Mendunia.

Disatu sisi tahun 2026 juga menjadi tahun yang cukup menantang bagi kondisi fiskal NTB. Penurunan transfer pusat yang cukup signifikan telah berdampak pada hilangnya kantong-kantong pendanaan untuk belanja urusan pemerintahan.

Umi Dinda sapaanya mengaku penurunan dana transfer ini bukan menjadi hambatan. Tetapi menjadi tantangan yang harus dapat diatasi bersama.

“Semakin sempitnya celah fiskal, kita dipacu untuk dapat secara cerdas dan cermat mengalokasikan pendapatan yang ada ke dalam belanja yang menjadi prioritas pembangunan selama jangka waktu 1 tahun ke depan,” terangnya.

Secara garis besar Rancangan KUA-PPAS APBD tahun anggaran 2026, yang mencakup tiga komponen yaitu pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah tahun Anggaran 2026 dianggarkan Rp 5.490.353.337.713,00, terjadi penurunan sebesar 15,40% dibandingkan dengan APBD 2025 sebesar Rp 6.489.786.120.531,00.

Rinciannya meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggarkan naik sebesar 5,39% yang semula pada APBD 2025 berjumlah Rp 2.809.270.382.230,00 menjadi sebesar Rp 2.960.753.601.256,00.

Lain-lain pendapatan daerah yang sah direncanakan turun sebesar 74,72 % dari APBD tahun 2025 sebesar Rp 182.051.401.826,00 menjadi sebesar Rp 46.029.968.000,00 pada APBD 2026.

Selanjutnya belanja daerah. Belanja Daerah tahun anggaran 2026 direncanakan sebesar Rp 5.556.280.810.675,00, berkurang Rp 940.382.007.229,00 dari anggaran pada APBD 2025 sejumlah Rp 6.496.662.817.904,00 atau berkurang sebesar 14,47%.

Pembiayaan Daerah. Dalam rancangan KUA dan PPAS tahun 2026 terdapat defisit anggaran sebesar Rp 65.927.472.962,00 setelah pendapatan dikurangi belanja, serta pembiayaan netto minus sebesar Rp 37.798.725.992,00, sehingga sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan minus Rp 103.726.198.954,00.

Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, unsur pemerintahan di provinsi harus memastikan penyelenggaraan perencanaan, hingga pertanggungjawaban terhadap segala sumber daya fiskal, dapat terarah pada sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

“Demi efektivitas dan efisiensi pengalokasian fiskal yang terbatas, rancangan KUA dan PPAS tahun anggaran 2026 yang kami serahkan, telah disusun dengan mendistribusikan sumber pendaaan, kedalam belanja yang bersifat wajib mengikat, belanja-belanja yang bersifat earmarked, serta belanja untuk pencapaian indikator pembangunan daerah,” jelasnya.

Kebijakan yang telah tertuang dalam KUA dan PPAS ini akan menjadi acuan Pemprov dalam menjabarkan belanja yang lebih rigid dalam penyusunan RAPD tahun 2026.

“Demi mewujudkan visi-misi kita bersama, ada harapan besar dalam proses pembahasan nanti tidak terdapat halangan yang berarti sehingga kita semua dapat bersepakat untuk mengawal program dan kegiatan yang masuk dalam skala prioritas dan juga mendukung pencapaian target nasional sebgaimana yang disepakati nantinya,” pungkasnya. (jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *