DINSOS FOR RADAR MANDALIKA PELABELAN: Petugas menyemprotkan cat pilok warna merah sebagai tanda labeling penerima PKH/BPNT di salah satu rumah bertingkat di Mataram, belum lama ini.

MATARAM – Ketua DPRD Kota Mataram, H Didi Sumardi, angkat bicara soal pelabelan rumah penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PHK) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Dia menilai langkah pelabelan yang diambil Dinas Sosial (Dinsos) Kota Mataram itu dianggap kurang tepat. Meski bertujuan agar bantuan pemerintah pusat tidak salah sasaran alias tepat.

“Tidak baik memang kita pulgarkan status orang. Atau memperjelas-jelas status orang,” ungkap politisi Partai Golkar itu, belum lama ini.

Penyemprotan cat pilok warna merah di rumah warga di Mataram kini menjadi sorotan. Ada yang beranggapan bahwa langkah yang diambil Dinsos itu justru akan menciptakan kesenjangan di tengah masyarakat. Karena itu, menurut Didi, dinas terkait harus mempertimbangkan psikis atau suasana kebatinan warga dalam hal ini penerima bantuan PKH/BPNT.

Meskipun disatu sisi, Didi tidak menampik langkah pelabelan untuk mempermudah pemerintah dalam mengidentifikasi sasaran penerima bantuan. Layak dan tidak layaknya penerima bantuan pemerintah pusat. Akan tetapi upaya tersebut bukan satu-satunya langkah yang harus ditempuh.

“Harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak menciptakan kesan yang menampakkan dengan jelas status orang (miskin),” kata dia.

Pelabelan yang dilakukan Dinsos di rumah penerima bantuan PKH di Mataram bertuliskan “Keluarga Pra Sejahtera Penerima Bansos PKH dan Sembako Kemensos RI”. Sementara nenurut Didi, menampakkan status orang miskin secara pulgar tidaklah baik. Meskipun faktanya memang ada orang miskin.

“Menyatakan orang bodoh itu ndak baik. Meskipun ada orang yang tidak pintar,” ungkap dia mengibaratkan.

Didi meminta agar dinas terkait memikirkan kembali langkah pelabelan. Dalam arti, pastinya ada langkah lain selain harus menyemprotkan pilok di rumah warga penerima bantuan. Meski bertujuan untuk mengetahui sasaran mana rumah tangga yang benar-benar layak dan tidak untuk menerima bansos.

“Sebenarnya kuncinya adalah penguatan data. Apalagi zaman sekarang sangat mudah mendapatkan data. Orang semua sudah mudah mengakses data,” ungkap dia.

Karena itu kata Didi, tidak perlu melakukan pelabelan secara pulgar di rumah warga. Dinas terkait disebutnya cukup mengintegrasikan sistem data penerima bansos secara terpadu atau terpusat dan terkoneksi hingga ke kecamatan dan kelurahan. “Sebarkan aja (datanya) di masyarakat dengan cara tertutup. Tidak pulgar seperti itu (pelabelan),” cetus dia.

Dinsos disebutnya tinggal membagikan data penerima bantuan masing-masing lingkungan ke keluruhan. “Bila perlu ditempel juga ndak ada masalah di kantor lingkungan atau di kantor kelurahan. Itu sebagai control untuk memastikan sasarannya yang tepat,” kata Didi.

Kembali ditegaskan, untuk mengkontrol bantuan sosial agar tepat sasaran, dinas tinggal memperkuat data. Penguatan basis data warga yang layak menerima bantuan dan tidak harus dilakukan verfikasi dan validasi (verval) data di tingkat lingkungan. “Kalau semua sudah terlibat di lingkungan, dengan sendirinya akan melahirkan data yang akurat. Basisnya ada di lingkungan,” jelas dia.

Didi menyakini pemangku amanat di tingkat lingkungan seperti Kepala lingkungan (Kaling), RT, kader dan lainnya pasti tahu betul mana warga yang tidak mampu untuk menerima bantuan dan yang mapan secara ekonomi. “Disuruh nyebut siapa yang tidak mampu, dia tahu kok. Manakala ada yang tidak tepat seperti ternyata ada yang tidak masuk kualifikasi (warga mapan) tinggal direvisi aja. Proses revisinya melalui musyawarah kelurahan,” terang dia.

Lantas apakah dewan akan meminta dinas untuk tidak melanjutkan pelabelan? Didi belum bisa memastikan terkait hal tersebut. “Coba nanti kami lihat situasi dan kondisinya di lapangan. Kami akan rapat mengundang pihak-pihak terkait,” jawab pria dari dapil Kecamatan Mataram itu.

Seperti diberitakan Radar Mandalika sebelumnya, pihak Dinsos melakukan pelabelan terhadap 17 ribu lebih penerima PKH se Kota Mataram. Pelabelan dilakukan sejak 20 November dan ditargetkan selesai 28 November 2020. Banyak diantanya Kaling dan warga mapan secara ekonomi tapi mendapatkan PKH. Namun di satu sisi, lebih dari 150 orang sudah mengundurkan diri secara graduasi mandiri dari peserta PKH. (zak)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 511

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *