Oleh: Abdus Syukur*
UJI Kompetensi Wartawan (UKW) sering dipersepsikan sebagai momen menegangkan. Padahal, di balik meja penguji, ada filosofi yang lebih dalam. Menjaga martabat profesi wartawan. Di sinilah penguji—baik di jenjang muda, madya, hingga utama—berperan sebagai penjaga standar, mentor, sekaligus “wasit” yang memastikan pertandingan berlangsung adil.
Penguji jenjang Muda biasanya paling teliti. Mereka memeriksa hal-hal dasar yang sering dianggap kecil, tetapi justru menentukan masa depan seorang wartawan. Ketepatan judul, keberimbangan narasumber, akurasi data, serta penerapan kode etik. Perannya seperti guru sekolah dasar yang memastikan pondasi tidak retak. Kadang mereka terlihat cerewet, tapi di situlah makna pembinaan. Wartawan muda harus dituntun lebih dulu sebelum dilepas pada realitas lapangan yang jauh lebih rumit.
Naik ke jenjang Madya, penguji menilai kemampuan yang lebih dewasa. Di sini yang diuji bukan lagi cepat menulis atau sekadar benar. Tapi bagaimana wartawan mampu membaca konteks, mencerna dampak, dan memahami konsekuensi dari setiap kalimat. Penguji madya biasanya seperti guru SMP—tegas, namun memberikan ruang dialog. Mereka ingin melihat apakah wartawan telah naik kelas secara mental, bukan hanya teknis.
Yang paling menarik tentu jenjang Utama. Penguji pada level ini bergerak di ruang kepemimpinan redaksi. Mereka ingin tahu bagaimana peserta menentukan arah pemberitaan, bersikap dalam tekanan, dan menjaga integritas newsroom. Kadang pertanyaan mereka terdengar sederhana, bahkan terasa seperti obrolan tengah malam. “Kalau ada telepon dari pejabat jam dua pagi, kamu pilih angkat atau diamkan?”
Pertanyaan pendek. Namun jawaban peserta bisa menggambarkan seluruh karakter kepemimpinannya.
Meski demikian, penguji bukanlah algojo. Mereka tidak hadir untuk menakut-nakuti atau mencari kesalahan kecil. Penguji adalah mitra profesi. Seperti wasit, mereka tidak ikut bermain, tidak boleh memihak, dan tidak boleh menitipkan pesan. Mereka hanya memastikan pertandingan tetap fair, dan profesi wartawan tetap terjaga marwahnya.
Pedoman kerja penguji, sejatinya, sangat sederhana. Adil, independen, menjaga integritas, serta membuka ruang pembelajaran. Karena UKW bukan hanya menguji kemampuan teknis, tetapi juga memperkokoh kebijaksanaan, tanggung jawab, dan komitmen seorang wartawan terhadap publik.
Pada akhirnya, lulus UKW bukan sekadar memiliki sertifikat. Ia adalah tanda bahwa wartawan tersebut telah melewati tahap penting dalam dirinya—menguasai ilmu, menata sikap, dan siap menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
Dan para penguji adalah penjaga gawang yang memastikan semuanya tetap berada pada jalur yang benar. (*)
*Penguji UKW PWI
