Ia berdiri tenang. Dikelilingi langit mendung dan hati yang berat.
Senin pagi itu, Lapangan Bumi Gora bukan sekadar tempat apel. Ia menjadi saksi sebuah perpisahan yang tak biasa. Bukan perpisahan yang menyedihkan, tapi perpisahan yang membuat banyak orang diam… dan merenung.
Miq Gite – nama itu seperti sudah melekat dalam denyut nadi birokrasi NTB. Nama yang tak pernah luput dari rapat penting, strategi besar, atau pidato yang tenang tapi dalam. Hari itu, ia resmi berpamitan. Tidak sebagai pejabat, tapi sebagai sahabat. Tidak dengan jabatan, tapi dengan jejak.
Miq Iqbal, Gubernur NTB yang baru, datang langsung memberi hormat. Bukan sekadar formalitas. Tapi penghargaan dari satu pemimpin kepada pemimpin yang lain. Ia tahu, tak semua orang bisa menjadi seperti Miq Gite: birokrat yang sabar, aktivis yang insaf, dan pejabat yang tak pernah tinggi suara.
“Orang seperti beliau tidak pernah benar-benar pergi,” kata Miq Iqbal. Kalimat itu diam-diam mencubit banyak hati. Karena memang benar. Ada orang-orang yang meski tak lagi punya jabatan, tetap punya pengaruh. Meski tak duduk di podium, tetap menjadi tempat bertanya.
Saya jadi ingat satu hal yang jarang dibicarakan: bagaimana birokrat seperti Miq Gite bisa tetap bertahan tanpa membuat sensasi. Tanpa gaduh, tanpa pencitraan, tapi terus bekerja dari satu jabatan ke jabatan lain. Mulai dari CPNS di Sumbawa tahun 1990, hingga akhirnya diberi bonus yang tidak semua ASN bisa dapat: menjadi Pj Gubernur.
Sembilan bulan lima hari. Bukan waktu yang lama. Tapi cukup untuk mengawal NTB dari masa transisi yang krusial. Dan Miq Gite melakukannya tanpa banyak suara. Ia tahu, kadang tugas negara justru paling sunyi.
Kini, ia kembali ke dunia akademik. Menjadi Dosen Fungsional di IPDN. Pulang ke Puyung — kampung halaman yang diam-diam memanggil sejak lama. Ia menyebutnya “pengabdian fase kedua”. Saya menyebutnya “kelanjutan dari sebuah takdir”.
“Tidak semua orang diberi kesempatan untuk menutup karier dengan kepala tegak dan hati lapang,” katanya. Kalimat yang sederhana. Tapi dari mulut seorang Miq Gite, terasa seperti doa.
Saya tidak kenal dekat beliau. Tapi saya percaya, NTB kehilangan satu pejabat… dan mendapatkan satu teladan.
Dan saya percaya, jejak orang seperti Miq Gite… tak pernah benar-benar hilang. (red)