DOK PRIBADI FOR RADAR MANDALIKA Alexander Bramantyo Limpomo

Penulis: Alexander Bramantyo Limpomo

pekerjaan : Dokter

 

Desember 2019, Wuhan, provinsi Hubei, Cina, menjadi pusat wabah pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya. Pada Januari 2020, para ilmuwan China telah mengisolasi deret genetik dari novel coronavirus 2019 (SARS-CoV-2). Dilaporkan secara luas sebagai COVID-19 (corona virus disease), infeksi saluran pernapasan ini telah menyebar dari Wuhan Cina ke seluruh dunia sehingga menyebabkan pandemi global. Di tahun 2020 kita melihat dunia beradaptasi dengan pandemi COVID-19 atau biasa disebut dengan “New Normal”.

 

New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Di Indonesia, protokol kesehatan ini dikenal dengan istilah 5M (Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menggunakan Masker, Menjauhi Kerumunan, Mengurangi Mobilitas).

 

Memakai masker sangat penting sebagai upaya mencegah terjadinya penularan COVID-19, terutama ketika berada di kerumunan atau berdekatan seperti di pasar, stasiun, transportasi umum (misalnya bus) dan tempat-tempat umum lainnya. Masker dapat menghalau percikan air liur yang keluar saat berbicara, menghela napas, ataupun batuk dan bersin sehingga dapat mengurangi penyebaran virus tersebut. Namun demikian semenjak digalakkannya penggunaan masker, kasus pasien dengan mata kering semakin meningkat.

Giannacacare dkk membahas mekanisme yang dapat berkontribusi pada timbulnya atau peningkatan gejala mata kering selama penggunaan masker. Mereka menyatakan bahwa pemasangan masker yang tidak tepat atau ketidaksesuaian masker dengan wajah dapat menyebarkan udara di sekitar mata dan berpotensi menyebabkan evaporasi air mata yang cepat.

 

Iva Krolo dkk mengkonfirmasi adanya mata kering pada penggunaan masker. Mata kering pada penggunaan masker lebih banyak ditemukan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan, pasien dengan riwayat Dry Eyes Disease (DED), dan pada penggunaan masker lebih dari 3 jam sehari.

Tear Film atau Lapisan Air Mata berperan sebagai tameng atau barrier yang melapisi dan melindungi permukaan bola mata. Tear film terdiri dari 3 komponen yakni minyak (lipid), air (aqueous), dan lendir (mucin). Keseimbangan pada ketiga komponen ini lah yang mempertahankan stabilitas air mata. Normalnya, air mata akan mengaliri permukaan mata ketika mata berkedip. Akan tetapi, pada mata kering, produksi atau komposisi air mata mengalami gangguan. Akibatnya, permukaan mata tidak terlumasi dengan baik. Kondisi ini menimbulkan sindrom mata kering atau keratoconjunctivitis sicca.

 

Keluhan pasien dengan sindrom mata kering antara lain rasa terbakar, gatal, mata perih, mata berair, sensasi benda asing pada mata, sering berkedip, mata merah, penglihatan kabur, fotofobia, nyeri pada mata, mata terasa berat, dan sakit kepala.

 

Prognosis sindrom mata kering tergantung pada derajat keparahan penyakit. Pasien dengan derajat 1-2 dapat mengalami perbaikan gejala dengan pemberian terapi artificial tears. Namun, pada kondisi tertentu dengan komplikasi pada kornea, maka prognosis penglihatan akan memburuk. Pasien dengan dry eye syndrome umumnya membutuhkan pemeriksaan berkala ke dokter spesialis mata, minimal 1-2 kali per tahun atau lebih sering. Beberapa pasien dapat beraktivitas normal tanpa gejala sama sekali dengan pengobatan yang teratur.

Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai pencegahan diantaranya memastikan masker pas di wajah anda dan rekatkan tepi atas masker untuk penggunaan jangka Panjang. Tetes air mata buatan dapat membantu meringankan mata kering, konsultasikan dengan dokter spesialis mata anda untuk rekomendasi air mata buatan. Batasi waktu anda diruangan ber-AC dan ambil waktu istirahat dari perangkat digital.(*)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 524

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *