MATARAM – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, HL Gita Ariadi yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) buka suara soal kondisi keuangan daerah akibat Covid-19. Katanya, tidak saja anggaran pokok pikiran (Pokir) Dewan yang tidak bisa terbayarkan penuh, demikian program di semua OPD juga mengalami hal yang sama. Dimana ada yang bisa terbayarkan ada juga yang dihutang hingga 2021.
“Jadi banyak post yang tidak bisa dibayar. Iya ada yang bisa ada yang tidak,” ungkapnya kepada media.
Gita mangatakan, akibat pandemi Covid-19 ini dengan melihat kondisi keuangan daerah terget idelanya dilakukan pemotongan pembayaran sebesar 50 persen.
“Target idelanya dipotong 50 persen,” katanya.
Gita tidak menjelaskan detail kondisi keuangan saat ini. Nantinya akan ada pembahasan di APBD-Perubahan yang diperkirakan akan dibahas bulan depan. Nanti juga baru diketahui postur anggaran daerah tahun 2021 seperti apa.
“Iya parah juga (kondisinya).
Defisit, kita belum tau kita fokus bahas 2019. Bulan depan kita bahas perubahan. Nah ini pasti seru nantinya,” sebutnya.
Kondisi keuangan daerah akibat Covid-19 ini, sehingga tidak memungkinkan Pokir Dewan terbayar lunas tahun ini dan harap dimaklumi. Saat ini anggaran daerah khususnya pada APBD murni 2020 masih difokuskan untuk penanggulangan bencana non alam Covid-19.
“Karena anggaran terbatas kita maklumi,” sambung Wakil Ketua I DPRD NTB bidang anggaran, Mori Hanafi saat dikonfirmasi.
Dampak Covid-19 ini, menyebabkan pendapatan keuangan daerah sangat berkurang. Dampaknya rasionalisasi program pun diberlakukan merata di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Meski Dewan bertugas salah satunya mengatur anggaran (bajeting) namun saat ini pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa.
“Iya berat memang,” kata Mori.
Ditegaskan Mori, sampai saat ini mayoritas anggaran daerah masih difokuskan untuk penanganan Covid-19. Untuk itu, wakil rakyat pun sangat memaklumi kondisi tersebut. Akibat Covid-19, sebanyak Rp 100 miliar lebih Pokir Dewan Udayan tidak bisa lunas terbayarkan.(jho)
