LOBAR – Kualitas pelayanan kesehatan difasilitas milik Pemerintah Daerah (Pemda) kembali menjadi sorotan tajam jajaran legislatif. Menanggapi gelombang keluhan masyarakat yang mencuat dalam sepekan terakhir, Komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Barat (Lobar) melakukan langkah proaktif dengan meninjau langsung operasional RSUD Tripat pada Senin (29/12).
Kunjungan lapangan ini bertujuan untuk memetakan akar permasalahan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien, terutama terkait durasi tunggu yang dinilai tidak wajar pada layanan pengambilan obat. Legislator menekankan bahwa manajemen rumah sakit harus segera melakukan reformasi sistem agar proses pemulihan pasien tidak terhambat oleh kendala administratif dan infrastruktur.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Lobar, Dr. Syamsuriansyah, menegaskan bahwa kehadiran mereka di RSUD Tripat merupakan bentuk respon langsung terhadap aspirasi masyarakat. Selama ini, banyak warga yang mengeluhkan lambatnya distribusi obat yang memicu kerumunan dan kelelahan bagi pasien maupun keluarga pendamping.
Berdasarkan temuan di lapangan, Instalasi Farmasi RSUD Tripat saat ini dianggap sudah tidak memadai lagi untuk menampung volume kunjungan yang terus meningkat setiap harinya. Keterbatasan ruang fisik menjadi pemicu utama penumpukan antrean masif, yang pada akhirnya mendegradasi persepsi masyarakat terhadap kinerja rumah sakit secara keseluruhan.
“Ada keluhan masyarakat, sudah hampir seminggu ini saya tampung terkait dengan pelayanan di rumah sakit. Astungkara, tadi kami sudah memberikan masukan supaya pelayanan kepada masyarakat jauh lebih efisien dan efektif begitu sih ceritanya, utamanya di pelayanan kefarmasian,” ungkap Dr. Syamsuriansyah di sela-sela peninjauan.
Dr. Syamsuriansyah mendorong manajemen rumah sakit untuk tidak bergantung sepenuhnya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mengingat urgensi kebutuhan perluasan, ia menyarankan penggunaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai solusi pembiayaan yang lebih fleksibel dan cepat.
Status BLUD memberikan otoritas penuh bagi rumah sakit untuk mengelola pendapatan secara mandiri. Dengan kemandirian finansial ini, proyek perluasan instalasi farmasi diharapkan bisa segera dieksekusi tanpa harus melewati birokrasi anggaran yang panjang di tingkat pemerintah daerah.
Politisi Partai Perindo tersebut menjelaskan bahwa perluasan fisik bangunan farmasi akan berdampak linear terhadap kecepatan layanan. Ruang yang lebih luas memungkinkan penataan obat yang lebih sistematis serta penambahan loket pelayanan untuk memecah kerumunan.
“Kami tadi berikan masukan supaya instalasi farmasinya itu diperluas, silahkan rumah sakit menggunakan dana BLUD untuk pembangunan perluasan untuk instalasi farmasi. Dengan begitu masyarakat tidak banyak yang mengeluh terkait dengan waktu tunggu mereka pengambilan obat,” tegasnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPRD Lobar, Azalea Rengganis, memberikan catatan positif terhadap performa sumber daya manusia di RSUD Tripat. Meski terkendala infrastruktur, dedikasi dokter dan perawat dinilai sangat memuaskan. Berdasarkan wawancara langsung dengan pasien di ruang rawat inap, pelayanan medis dirasakan sangat ramah dan sigap.
Politisi Partai Gerindra ini menilai usaha direksi dalam meningkatkan standar pelayanan sudah mulai terlihat hasilnya. Pasien merasa nyaman dengan pola komunikasi tenaga medis yang humanis, yang merupakan modal penting dalam proses penyembuhan.
“Dari kunjungan ke dua rumah sakit, saya dan teman-teman Komisi IV mengapresiasi apa yang menjadi pelayanan rumah sakit ini kepada masyarakat. Dari tanggapan masyarakat yang sudah ada di sana, mulai dari pelayanan perawat sampai dokter, itu dilayani dengan baik,” tutur Azalea.
Ia menambahkan bahwa indikator keberhasilan manajemen dapat diukur dari tingkat kepuasan interaksi antara petugas dan pasien. “Apresiasinya itu karena effort direksi rumah sakit sudah terlihat ada perubahan peningkatan pelayanan. Indikatornya, kami langsung mewawancarai beberapa pasien dan alhamdulillah masyarakat menilai mereka senang karena perawatnya baik, ramah, dan dokternya rutin melakukan kunjungan,” imbuhnya.
Mengatasi persoalan kronis di mana sekitar 10 petugas farmasi harus melayani 300 hingga 400 pasien setiap hari dalam ruang sempit, muncul usulan teknis untuk memanfaatkan gedung Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS). Opsi ini dipandang sebagai langkah paling rasional untuk mendapatkan ruang tambahan secara instan.
Dengan menggabungkan fungsi ruang tersebut, alur pelayanan resep diharapkan menjadi lebih lancar dan tidak lagi terjadi penumpukan di satu titik. Sinergi antara kebijakan anggaran yang tepat dan manajemen yang responsif menjadi kunci utama agar RSUD Tripat mampu memberikan layanan kesehatan yang profesional sekaligus nyaman bagi masyarakat Lombok Barat.
“Persoalan yang selama hampir dua-tiga tahun terakhir ini adalah waktu tunggu pelayanan kefarmasian yang begitu lama. Solusi yang kami usulkan adalah ruang instalasi farmasi digabung dengan ruang UTDRS supaya menjadi lebih luas,” pungkas Azalea. (win)
