Rapat pemantapan panitia Konferprov PWI NTB di Mataram, Minggu (13/07).

MATARAM — Jangan rusak marwah organisasi wartawan tertua di republik ini hanya karena amplop. Jangan reduksi idealisme jurnalistik dengan harga tiket menuju kekuasaan. Begitu kira-kira nada tinggi namun penuh kasih dari Ketua Panitia Konferensi Provinsi PWI NTB, Abdus Syukur.

Konferprov PWI NTB yang dijadwalkan berlangsung 2 Agustus 2025 di Mataram mulai memasuki fase penting. Pendaftaran calon ketua dibuka. Verifikasi peserta dilakukan. Tapi satu hal yang terus diingatkan Syukur: hindari politik uang dalam bentuk apa pun.
“Jangan ada transaksi uang, jangan ada fasilitas. Jangan ikut-ikutan organisasi lain yang Anda dengar melakukan jual beli suara. Karena itu bisa fatal. Bisa dibatalkan kemenangannya,” tegas Syukur, yang juga dikenal sebagai penguji UKW nasional, usai rapat pemantapan panitia, di Mataram, Minggu, 13/07.

Pesan itu disampaikannya dalam nada yang tegas. Karena bagi Syukur, marwah organisasi profesi seperti PWI tidak bisa ditukar dengan logika transaksional. Apalagi organisasi ini menaungi profesi mulia: wartawan.
Di sisi lain, muncul pertanyaan: mengapa ada biaya pendaftaran dalam Konferprov PWI NTB?Syukur menjawab dengan tenang. Katanya, niatnya sederhana: menumbuhkan kemandirian organisasi. Tidak lebih. Tidak kurang. Memang dalam PD/PRT PWI tidak diatur secara eksplisit. Tapi itu bukan berarti haram. Karena mekanisme teknis seperti ini biasanya diatur dalam Tata Tertib Konferensi.
Tata Tertib ini disusun oleh Steering Committee (SC) dan panitia. Tapi ia bukan ayat suci. Ia bisa diubah. Bahkan bisa dibatalkan. Sebab pada akhirnya, semua akan diputuskan oleh forum peserta konferensi (floor).
“Artinya, semua kembali ke peserta. Mereka yang memutuskan: setuju, menolak, atau minta biaya itu dihapus. Mau nol rupiah? Silakan. Tak ada larangan,” jelas Syukur usai memimpin rapat panitia, Minggu (13/07).
Ia menambahkan, keputusan final bukan di tangan SC, bukan juga panitia. Tapi peserta. Jadi, kalau merasa keberatan, jangan ribut di luar. Sampaikan di dalam forum. “Begitu demokrasinya. Begitu mekanismenya. Paham?”
Konferprov PWI NTB 2025 bukan sekadar suksesi kepemimpinan. Ia jadi etalase integritas wartawan. Ia adalah cermin profesionalisme yang harus dijaga. Maka, jaga forum ini tetap bermartabat.
Jangan rusak dengan politik uang. Jangan reduksi dengan transaksi. Jaga PWI. Jaga profesi. Jaga integritas.

Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nasrudin, menegaskan pentingnya menjaga integritas dan marwah organisasi dalam pelaksanaan Konferensi Provinsi (Konferprov) PWI NTB 2025.

Dalam pernyataan yang disampaikan melalui grup resmi panitia Konferprov pada Minggu malam, 13 Juli 2025, Nasrudin menekankan bahwa seluruh pihak harus berkomitmen menjauhkan konferensi dari praktik politik uang.

“Panitia harus tegas terhadap komitmen menjaga acara Konferprov supaya jauh dari money politic. Mari kita menjaga marwah, harkat, dan martabat organisasi. Konferprov ini bukan ajang bisnis, tetapi komitmen menjaga integritas organisasi,” tulis Nasrudin.

Ia juga mengingatkan pentingnya menjunjung AD/ART PWI dan prinsip kemandirian dalam berorganisasi.

“Mari kita belajar untuk senantiasa mandiri dan bekerja sesuai dengan AD/ART organisasi,” lanjutnya.

Bahkan secara tegas, Ketua PWI NTB ini menyampaikan bahwa bila terbukti ada praktik politik uang, panitia wajib membatalkan hasil konferensi sesuai aturan yang berlaku.

“Kalau terbukti ada money politic, kita sepakat hasilnya dibatalkan,” tegasnya.

Pernyataan ini memperkuat komitmen PWI NTB untuk menjaga integritas organisasi dan menjadikan Konferprov sebagai forum yang demokratis, bersih, dan bermartabat. (red)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *