Mataram – Kantor Wilayah Kementerian HAM NTT Perwakilan NTB menyelenggarakan kegiatan Pendampingan Penyusunan Produk Hukum Daerah (PHD) Berspektif HAM di Aula Kanwil Kemenkum NTB, Selasa (25/11). Kegiatan ini menghadirkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) NTB, I Gusti Putu Milawati, sebagai narasumber yang memberikan penguatan terkait urgensi integrasi nilai-nilai HAM dalam penyusunan regulasi daerah.

Dalam penyampaiannya, Milawati menegaskan bahwa otonomi daerah harus dijalankan berdasarkan pemahaman yang tepat mengenai pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Ia menjelaskan bahwa terdapat sejumlah kewenangan absolut, seperti keagamaan, hubungan luar negeri, moneter, justisi, serta pertahanan dan keamanan, yang sepenuhnya menjadi urusan pemerintah pusat dan karenanya tidak boleh dimasukkan dalam materi muatan produk hukum daerah. “Instrumen hukum daerah harus fokus pada kewenangan konkuren yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, ketertiban umum, dan pekerjaan umum,” ujarnya.

Milawati menekankan pentingnya posisi ASN sebagai pelayan publik. Menurutnya, peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah harus disusun dengan orientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar menggugurkan kewajiban administratif. Ia juga mengingatkan agar perancang regulasi menghindari praktik copy–paste dari peraturan yang lebih tinggi, tanpa mempertimbangkan konteks dan kebutuhan lokal. “Regulasi daerah harus mencerminkan kondisi, dinamika, dan kebutuhan riil daerah, bukan hanya menyalin aturan pusat,” katanya.

Lebih lanjut, Milawati menegaskan bahwa setiap penyusunan PHD wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM. Produk hukum yang dihasilkan tidak boleh memuat norma diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, maupun kelompok sosial tertentu. Ia mencontohkan sejumlah program daerah, termasuk kartu layanan publik di beberapa kabupaten, sebagai bukti implementasi nilai HAM yang tidak terbagi dalam pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. “Jika prinsip HAM tidak dipenuhi, produk hukum sangat berpotensi diuji di Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam proses harmonisasi peraturan. Kehadiran pejabat eselon II pada rapat harmonisasi dinilai sangat penting agar keputusan dapat diambil langsung dan proses harmonisasi dapat diselesaikan dalam batas waktu lima hari sesuai ketentuan. “Harmonisasi membutuhkan keputusan strategis. Tanpa pimpinan, proses menjadi terhambat dan tidak efisien,” ujarnya.

Kegiatan Pendampingan Penyusunan PHD Berspektif HAM ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas penyusunan produk hukum di daerah serta memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam setiap regulasi yang dihasilkan. (*) 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *