Jakarta – Upaya memperkuat daya saing ekonomi rakyat terus dilakukan Kementerian Hukum (Kemenkum) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Bersama Kementerian Koperasi dan UKM, Kemenkum resmi menjalin kerja sama strategis untuk mempercepat pendaftaran Merek Kolektif bagi koperasi di seluruh Indonesia.
Kolaborasi ini menargetkan sedikitnya 8.000 Koperasi Desa Merah Putih segera mendaftarkan merek produk unggulannya sebagai bagian dari pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) nasional.
“Kerja sama ini merupakan langkah konkret untuk memperkuat pelindungan hukum bagi produk-produk koperasi di seluruh daerah. Kepemilikan merek kolektif menjadi pondasi agar produk koperasi mampu bersaing, baik di tingkat nasional maupun global,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Razilu menjelaskan, Indonesia memiliki lebih dari 81.000 koperasi aktif, dan target awal yang ingin dicapai adalah 10 persen dari jumlah tersebut—atau sekitar 8.000 koperasi—untuk segera mengajukan pendaftaran merek kolektif. Ia menambahkan, masing-masing koperasi bahkan dapat memiliki lebih dari satu merek, tergantung pada jenis produk yang dihasilkan.
“Untuk koperasi, biaya pendaftaran merek sangat terjangkau karena termasuk kategori UMKM, hanya sebesar Rp500.000. Ini adalah kesempatan besar agar koperasi memiliki identitas merek yang sah, terlindungi, dan diakui secara hukum,” jelasnya.
Menurutnya, potensi pendaftaran merek kolektif tersebar di berbagai sektor unggulan daerah, mulai dari produk kopi di wilayah pegunungan, hasil laut di pesisir, hingga kerajinan tenun dan olahan pangan khas daerah.
Sementara itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kolaborasi ini menjadi langkah nyata dalam mempercepat transformasi digital layanan KI, khususnya bagi pelaku koperasi dan UMKM.
“Kami telah menyiapkan sistem pendaftaran digital yang lebih sederhana, transparan, dan terintegrasi dengan data koperasi di Kementerian Koperasi. Ini akan mempercepat proses sekaligus mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelindungan KI,” tutur Supratman.
Ia menambahkan, langkah ini bukan hanya sebatas administrasi, tetapi merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam membangun ekosistem ekonomi koperasi yang berdaya saing dan berkelanjutan.
“Pendaftaran merek kolektif bukan hanya untuk hari ini, tetapi investasi jangka panjang bagi koperasi agar produknya tetap terlindungi dan terus menggerakkan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Kemenkum berkomitmen menjadikan program merek kolektif ini sebagai gerakan nasional pelindungan KI yang inklusif, melibatkan kementerian terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat. Harapannya, dengan merek kolektif, koperasi di seluruh Indonesia dapat memiliki posisi tawar yang lebih kuat, baik di pasar domestik maupun internasional.
“Merek kolektif adalah simbol gotong royong ekonomi rakyat. Dengan perlindungan KI, koperasi tidak hanya berdiri sebagai entitas hukum, tetapi juga sebagai motor penggerak kemandirian ekonomi bangsa,” pungkas Supratman.
Di tingkat daerah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat (Kakanwil Kemenkum NTB), I Gusti Putu Milawati, menyambut baik langkah kolaboratif tersebut. Ia menyebut, kebijakan percepatan pendaftaran merek kolektif ini menjadi peluang besar bagi koperasi di NTB untuk menembus pasar nasional dengan identitas hukum yang kuat.
“Koperasi-koperasi di NTB memiliki potensi luar biasa, mulai dari produk hasil laut, madu hutan, hingga kain tenun tradisional. Melalui merek kolektif, produk ini tidak hanya terlindungi, tetapi juga mendapatkan nilai tambah ekonomi,” ujar Milawati.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Kanwil Kemenkum NTB akan terus melakukan pendampingan aktif bagi koperasi desa dan kelurahan agar mampu memahami manfaat strategis pelindungan KI.
“Kami bergerak sesuai semangat Setahun Bekerja, Bergerak-Berdampak. Ini bukan sekadar slogan, tetapi komitmen nyata kami untuk memastikan pelindungan kekayaan intelektual memberikan dampak langsung bagi masyarakat,” tegasnya. (*)