JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA DI Ruslan Turmuzi

Diduga Ada Markup Anggaran

MATARAM – Komisi IV DPRD NTB yang membidangi salahsatunya infrastruktur membongkar proyek percepatan jalan tahun Jamak Provinsi NTB yang dianggarkan mencapai Rp 750 M hingga 2023. Proyek tersebut dinilai pemborosan, tergesa gesa, pemaksaan hingga diduga Dinas PUPR sengaja melakukan Mark up anggaran jika dilihat dari RAB yang diusulkan. Komisi IV pun sudah bersuara keras agar anggarannya direvisi melalui revisi Pergub Nomor 46 tahun 2019 direvisi. Jika pergub tidak bisa direvisi maka Pemrov diminta merevisi Perda No 12 tahun 2019 percepatan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur Jalan provinsi dengan pola pembiayaan tahun jamak. Komisi IV pun bahkan menegaskan top leader yakni Kepala Dinas PUPR NTB, Sahdan harus bertanggung jawab, dia harus dievaluasi secara komprehensif.

“Komisi IV meminta meninaju ulang kembali Pergub Percepatan Jalan,” pinta anggota komisi IV DPRD NTB, Ruslan Turmuzi di Mataram saat jumpa pers kemarin.

Ruslan menegaskan melihat situsi dan kondis ekonomi saat ini bahwa rencana percepatan jalan itu dibiayai dengan angka Rp 750 M hingga 2023 Itu belum dlakukan revisi RPJMD, belum lagi harus disyaratkan ketika ekonomi daerah sudah normal. Sayangnya pihaknya melihat PUPR selalu menekankan agar anggran Percepatan jalan itu selalu dianggarkan tanpa melihat kondisi ekonomi daerah yang mana sampai sekarang PAD APBD NTB masih berat. Sementara percepatan jalan itu dibiayai oleh APBD NTB.

Bisa dibayangkan di tahun 2020 dianggarkan Rp 248.262.500.000 namun mengingat refokusing anggaran itu tidak dilakukan sehingga di APBD P 2020 dianggarkan sesuai kemampuan daerah Rp 75 M.

“Artinya kalau Rp 75 M ini akan dibiayai sementara percepatan jalan anggarannya Rp 750 M maka daerah masih berhutang Rp 575 M dan ini yang harus dibayar di 2021 dan 2022,” beber politisi PDIP itu.

Kondisi tersebut dilihatnya sangat mennggagu Kesflow daerah apalagi percepatan jalan ini sumber pembiayaan dari PAD Sementara kondisinya PAD NTB turun. Di 2021 lalu dianggarkan Rp 200 M sementara melihat reasliisasi APBD 2021, kemungkinan besar daerah akan berhutang lagi artinya Rp 75 M itu belum bisa dibayarkan.

“Sehingga kalau berharap Percepatan jalan ini dari PAD itu akan jadi beban yang berat,” katanya.

Hal yang juga dibongkar komisi IV, Pembiayaan percepatan jalan itu tidak melalui perubahan baik jumlah ruas maupun jumlah uang yang akan dipakai. Sementara faktor yang membuat harus direvisi itu ketika anggran tidak mencapai target. Kemudian adanya perubahan revisi RPJMD, lalu perubahan RT/RW sehingga harusnya disesuaikan.

“Tetapi ditengah jalan percepatan jalan ini tidak pernah ada penyesuaian kondisi sehingga pemerintah tetap menganggarkan Rp 750 M,” jelasnya.

“Dengan kondisi Covid-19 pun tidak ada perubahan,” sesalnya.

Pemrov harus mengetahui Rp 750 M itu biaya maksimal sehingga sangat bisa dikurangi atau direvisi terlebih lagi syaratnya

berdasarkan kemampuan keuangan daerah.

“Ini kan terlihat ada pemaksaan (penganggaran),” ucap Ruslan.

Ruslan menegaskan PUPR itu tidak bicara hanya soal jalan saja. Masih banyak lagi jenis pekerjaan yang harus dilakukan. Di PUPR bicara tentang SDA, tataruang, ciptakaryra dan banyak lagi lainnya.

Banyak program kepada masyarakat untuk peningkatan PAD kemudian mensejahterakan masyarakat banyak namun semua itu tidak mampu di tercover karena anggaran di dinas yang dipimpin Sahdan itu tersedot ke percepatan jalan.

Contoh lain tugas PUPR sendimentasi embung milik Provinsi. Lalu pemeliharaan embung sekunder, bale jaga perlu direvisi. Semua itu aset Pemrov yang harus dijaga, dipelihara dan dirawat. Apalagi sampai mau bangun embung baru lagi. Sampai saat ini tidak ada satu pun embung dibangun oleh Pemrov. Embung rakyat yang ada hari ini itu hanya dari Pokir dewan saja. Anggaran yang dibutuhkan itu Pemeliharaan dilihat Ruslan cukup Rp 7 Milyar saja.

“Tapi mana nggak ada itu. Coba tanya PUPR berapa pemeliharaan segimentasi embung milik Pemrov. Kita punya rumah jaga yang mengatur air nggak  pernah dipelihara udah hancur lebur. Pintu air embung tidak pernah dipelihara. Disitu ada aset rumah rumah itu tidak pernah dipelihara padahal disitu ada penjaganya,” paparnya.

“Saya melihat menyimpulkan apakah PUPR ini hanyalah mengurusi jalan?. Makanya Kami mau revisi jangan jalan ini sebagai program prioritas dong. Personal kadisnya dievaluasi. Top leadernya yang harus bertanggung jawab yaitu kepala Dinas harus dievaluasi di PUPR ini secara komprehensif,” ungkap dewan Udayana lima periode itu

Ditempat yang sama Anggota Komisi IV DPRD NTB, Asaat Abdullah mengatakan berdasarkan hasil hitungan komisi IV sebenarnya kebutuhan Percepatan jalan itu sekitar Rp 354 M. Jika dihitung dengan kondisi jalan provinsi yang mau dimantapkan itu. Artinya ada Rp 396 M yang sangat berpeluang dialokasikan ke yang lain.

“Ini kan kesannya pemborosan, dipaksa,” ucap politisi NasDem itu.

Pria yang pernah menjabat sebagai Kadis PU itu paham betul model pengerjaan pemantapan dan percepatan jalan. Sayangnya dalam percepatan jalan itu jalan yang kondisinya masih bagus sampai tiga hingga empat tahun namun masih mau dimantapkan lagi. Alias banyak ruas jalan yang kondisinya baik namun mau dimantapkan. Ada juga jembatan jalan yang sebenarnya di jalan kabupaten tidak ada masalah. Sekiranya mempunyai akses ke Bupati setempat kenapa tidak itu yang dilaksanakan.

“Ini namanya pemborosan anggaran jalan yang sudah mantap dimantapkan lagi. Harusnya Pemeirntah memperbaiki jalan yang belum mulus, jalan yang kondisinya rusak sehingga target RPJMD 99 persen mantap bisa tercapai,” papar sekretaris komisi IV DPRD NTB itu.

Anehnya lagi ditemukan Rp 29 M atau 3 persen dari jumlah anggaran keseluruhan Percepatan jalan ( Rp 759 M,red) dialokasikan untuk perencanaan jalan yang mau dimantapkan, pemeliharaan dan pengawasan. Bahkan ditemukan Rp 500 juta untuk biaya AMDAL.

“Secara logika kalau mau AMDAL berarti jalan yang mau dikerjakan dari nol, kan lucu ini. Ngapain ada AMDAL kalau tidak ada jalan yang akan mulai dibangun. Maka kita komisi IV mengusulkan dilakukan perubahan Pergub maupun Perda,” tegasnya lagi.

“Kami menduga ada Mark up anggaran,” ucapnya.

Komisi IV sudah meminta tanggapan dari PUPR dari evaluasi dan rekomendasinya. Namun itu belum diindahkan sampai saat ini. Kadis PUPR belum ada jawaban padahal gubernur sudah bicara agar masalah itu diselesaikan bersama Komisi IV tapi tidak ada realisasi.

“Itulah makanya perlu dievaluasi Kadisnya,” pintanya. (jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 162

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *