Oleh: Abdus Syukur*
Apa yang terlintas di kepala Anda saat mendengar kata “halal”? Pasti daging. Atau setidaknya makanan.
Tapi ternyata, halal tak sesederhana label di warung sate. Ia telah menjelma menjadi gaya hidup. Bahkan, sebagian orang menyebutnya sebagai “halal lifestyle”. Kata yang mungkin masih asing di telinga, tapi diam-diam sudah kita jalani—atau kita abaikan.
Saya sendiri baru menyadari, gaya hidup halal ini bukan sekadar memilih ayam potong bersertifikat MUI. Tapi juga menyangkut cara berpakaian, bertransaksi, bahkan saat merencanakan liburan.
Gaya Hidup Itu Bernama Halal
Halal lifestyle—kalau mau disebut keren—adalah sebuah cara hidup yang ingin bersih: dari yang haram, dari yang meragukan, dari yang sia-sia. Mulai dari apa yang masuk ke perut, melekat di badan, hingga aliran uang di rekening.
1. Soal Konsumsi
Jelas: yang dimakan dan diminum harus halal. Tapi bukan hanya soal label. Ia juga bicara soal proses. Disembelihkah dengan nama Allah? Atau hanya sekadar “asal potong”? Ini bagian paling mendasar.
2. Soal Pakaian
Ini bagian yang sering jadi kontroversi. Karena kadang, yang modis dianggap tak syar’i. Tapi dunia fashion muslim kini tak lagi gelap. Di catwalk pun, kini baju panjang dan hijab sudah ikut tampil.
3. Soal Uang
Ini bagian yang sering dilupakan. Riba itu haram. Tapi kita suka lupa, bunga bank adalah bagian dari itu. Maka gaya hidup halal mendorong keuangan syariah: bank syariah, investasi syariah, asuransi syariah. Bahkan fintech pun mulai syariah.
4. Soal Liburan
Ini yang paling menarik. Wisata halal bukan berarti ke tempat ibadah. Tapi tempat liburan yang tidak menyuguhkan alkohol, menyediakan makanan halal, dan—ya—ada mushola. Lombok, misalnya, sudah siap menyambut wisatawan halal.
5. Soal Makeup dan Obat
Ternyata, lipstik pun harus halal. Begitu juga obat flu. Karena yang dioles ke kulit atau ditelan, juga bisa membawa keberkahan—atau justru sebaliknya.
6. Soal Kesehatan dan Kebersihan
Islam itu cinta kebersihan. Tapi gaya hidup modern sering membuat kita lupa. Maka gaya hidup halal mengingatkan: rokok itu tidak sehat. Alkohol apalagi. Jaga tubuh, jaga jiwa.
7. Soal Pergaulan
Dunia digital memang membuat batas pergaulan jadi kabur. Tapi halal lifestyle mengingatkan kita: sopan dalam bicara, bersih dalam niat, dan tetap menjaga batas. Karena semua ada etikanya.
Lalu, Untuk Apa?
Karena hidup bukan cuma soal hidup. Tapi soal cara menjalani hidup. Halal lifestyle bukan hanya soal aturan, tapi soal ketenangan batin. Soal bagaimana hidup terasa ringan, karena kita tahu: apa yang kita jalani—sesuai dengan yang di Atas.
Dan ternyata, gaya hidup ini bukan hanya untuk yang religius. Tapi juga untuk siapa saja yang ingin hidup bersih, sehat, dan damai.
Kalau saya boleh memilih, gaya hidup ini bukan sekadar tren. Tapi semestinya jadi arus utama.
Dan kalau Anda belum mulai, barangkali hari ini bisa jadi awalnya. (red)
*Anggota BPPD NTB.