MATARAM – Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan melakukan kunjungan kerja (studi tiru) ke Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kunjungan ini bertujuan untuk menggali informasi terkait pengelolaan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta implementasi kebijakan Brigade Pangan di NTB.
Rombongan diterima langsung oleh Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Muhamad Riadi, didampingi pejabat struktural dan fungsional terkait.
Muhamad Riadi menyampaikan gambaran umum kondisi pertanian di NTB, khususnya perbedaan karakteristik antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
“Luas kepemilikan lahan di Pulau Lombok relatif lebih kecil dibandingkan di Pulau Sumbawa. Tahun 2025 ini, kami mendapat bantuan combine harvester dari pemerintah pusat, di luar bantuan langsung ke kabupaten/kota. Alhamdulillah, seluruh bantuan telah kami distribusikan sesuai arahan Bapak Gubernur untuk memperkuat mobilitas pascapanen di tingkat kelompok tani,” ujar Riadi di Mataram kemarin.
Sementara itu, Kabid PSP Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan selaku ketua rombongan menyampaikan apresiasinya atas sambutan hangat dari jajaran Distanbun NTB.
“Kami ingin belajar lebih dalam tentang pengelolaan alsintan di NTB. Seperti disampaikan Pak Kadis tadi, generasi milenial akan tertarik bertani bila ada sentuhan teknologi. Kami juga ingin mengetahui konsep terbaru dari pusat terkait brigade pangan, karena di daerah Yogyakarta yang kami ketahui, yang berkembang justru UPJA (Unit Pelayanan Jasa Alsintan),” ungkapnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga ingin mendapatkan masukan mengenai langkah-langkah yang diambil NTB dalam perawatan alsintan, mengingat regulasi penyewaan alat masih menjadi kendala di berbagai daerah.
Menanggapi hal itu, Plt. Kadistanbun NTB menjelaskan bahwa NTB juga belum memiliki regulasi khusus terkait penyewaan alsintan.
“Selama ini pengelolaan dan pascapanen masih ditangani oleh teman-teman UPJA di kabupaten/kota. Pemerintah provinsi hanya turun tangan apabila terjadi persoalan seperti persaingan tidak sehat antar-UPJA,” jelasnya.
Fungsional alsintan Distanbun NTB turut menambahkan bahwa program OPLAH (Optimalisasi Lahan) baru dimulai pada tahun 2025 dan masih dalam tahap konstruksi.
“Untuk brigade pangan, di NTB saat ini belum berjalan. Sementara itu, alsintan tidak boleh disewakan, hanya bisa dipinjam-pakaikan. Selama masa pinjam, peminjam menanggung biaya operasional, bahan bakar, serta penggantian onderdil jika terjadi kerusakan,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan, saat ini UPJA berstatus profesional di NTB baru terdapat di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Sumbawa.
Kunjungan kerja ini diakhiri dengan diskusi interaktif dan pertukaran pengalaman antar kedua daerah. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat memperkuat sinergi antar provinsi dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan alsintan dan pengembangan kelembagaan pertanian berbasis teknologi di Indonesia. (jho)