MATARAM – Even dunia Motor Cross atau MXGP akan mulai berlangsung besok pagi (hari ini, red). Masyarakat NTB pun tampak antusias menyambut dan menyaksikan even yang mendatangkan para rider dari 19 negara itu. Sayangnya masih saja muncul dugaan “meraup keuntungan” di balik event yang kali pertama berlangsung di NTB itu. Kecurigaan itu pun muncul dari beberapa anggota DPRD NTB.
Dimana, kecurigaan ini muncul dari konsep acara Bussines to Bussiness (B to B) dimana murni dilakukan pihak swasta namun dipertontonkannya masifnya pelibatan ASN, pejabat teras Pemprov NTB untuk menuskseskan acara tersebut. Bahkan Kepala Dinas PUPR NTB, Ridwansyah dinobatkan sebagai Komandan Lapangan.
Tidak berhenti disitu saja, kepada media para anggota DPRD NTB itu pun memperlihatkan sebanyak 34 perusahaan yang diduga terlibat mensponsori langsung melalui dana CSR nya berjumlah 68 miliar yang disumbangkan kepada perusahaan swasta selaku penyelanggara kegiatan inisial PSEDG yang dicurigai milik pejabat penting pada lingkup Pemprov.
Anggota DPRD NTB, Najamudin Mustafa mengatakan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan rekannya. Dugaan aliran dana sebesar Rp 68 miliar itu tidak termasuk CSR PT Amman Mineral, Pertamina, Bank NTB, beberapa Bank Nasional, BUMN dan BUMD lainnya.
“Dari BUMD itu (diduga) nilai CSR-nya sekitar Rp2,5 miliar. Sementara dari perusahaan tambang terbesar di NTB itu nilainya diduga sekitar Rp 12 miliar . Begitu pun dari salah satu BUMN, CSR-nya sekitar Rp 12 miliar,” ungkap Najam kepada media, kemarin.
Politisi PAN NTB itu mengatakan, jika itu benar, hal itu telah melanggar UU tentang penanaman modal dimana CSR itu tidak diperbolehkan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan swasta. CSR itu diperuntukan untuk membantu memberdayakan masyarakat yang tidak mampu.
“Bukan untuk membiayai kegiatan perusahaan swasta,” katanya.
Menurut Najam ,Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI harus melakukan diaudit secara khusus agar semuanya bisa clear dan transparan.
Dari pengamatannya, even MXGP itu telah bergeser jauh dari prinsip awal B to B. Ini bukan lagi B to B melainkan Goverment to Bussiness (G to B) dimana keterlibatan Pemprov mulai dari kepala daerah sampai ke kepala OPD sangat terlihat jelas.
“Kami menduga ada dugaan pelanggaran wewenang dalam kegiatan ini,” duganya.
Sebagai anggota Komisi DPRD NTB yang membidangi pemerintahan, Hukum dan HAM, Najam mengamati para OPD itu tidak ada lagi fokus dalam melakukan tugas utamanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kami lihat dan amati, mereka hanya fokus memikirkan bagaimana MXGP ini bisa sukses saja,” sentilnya.
Najam mengaku, dirinya tidak alergi dengan kegiatan MXGP tersebut, hanya saja, pihaknya tidak sepakat kalau pelaksanaan kegiatan tersebut harus mengganggu fokus dan kerja OPD dalam mewujudkan visi dan misi NTB Gemilang.
“MXGP ini bukanlah gawenya pemerintah. Tapi ini gawe dari swasta murni. Maka tidak semestinya pelaksanaan kegiatan ini mengganggu tugas-tugas kepala OPD,” sentilnya.
Dikatakannya, berbeda halnya ketika satu even dilaksanakan oleh Pemerintah misalnya MotoGP Mandalika, Formula-E di DKI dimana Dorna bekerjasama dengan pemerintah, dan pemerintah menunjuk salah satu BUMN seperti ITDC dan ITDC membentuk lagi MGPA. Inikan tidak seperti itu. Justru terbalik dengan MXGP yang gawe nya swasta terkesan pro aktif mencarikan anggaran dan sponsorship. Bisa saja diawalnya dia mengatakan ini B to B agar lembaga DPRD NTB tidak terkecoh.
Hal yang didapatkannya juga diduga dilakukan pemotongan pendapatan pegawai dengan kisaran Rp 500 ribu/orang yang katanya untuk mensukseskan acara tersebut. Jika dijumlahkan pegawai sebanyak 9.500 pegawai, maka ada sekitar Rp4,5 miliar uang yang terkumpul untuk itu.
“Inikan sarat dengan dugaan pungli,” katanya.
Pihaknya menilai pelaksanaan kegiatan MXGP tersebut jauh dari kata pemberdayaan dan sama sekali tidak mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat di daerah.
Belum lagi dari sisi penontonnya diperkirakan 90 persen merupakan rakyat Pulau Sumbawa. Menurutnya itu menandakan MXGP itu tidak memiliki nilai pemberdayaan. MXGP diduganya hanya modus untuk mengambil untung dari rakyat baik dari tiket dana CSR dan dari penyebaran banyak proposal.
Ditengah minimnya APBD, pihaknya menyesalkan sikap Pemprov yang dianggapnya mengabaikan kepentingan rakyat dan terlalu sibuk mengurusi MXGP.
Di tempat yang sama, anggota DPRD NTB, Ruslan Turmuzi berharap Aparat Penegak Hukum (APH) harus turun dalam pelaksanaan kegiatan MXGP ini. Menurutnya, MXGP itu bukan saja persoalan audit yang didorongnya, melaikan diduga ada penyalahgunaan wewenang.
“Maka APH harus turun,” pintanya.
Politisi PDIP itu mengatakan penyelenggaraan MXGP itu adalah B to B, namun didukung oleh APBD baik Provinsi maupun APBD Sumbawa. Menurut Ruslan semestinya ketika pemerintah yang melaksanakannya harus menunjuk BUMD misalnya, PT GNE yang punya cord bisnis seperti itu.
“Bukan malah menunjuk swasta yang tidak ada feed backnya pada APBD,” tegasnya.
Dalam masalah ini, Ruslan akan mempertanyakan event itu pada forum kelembagaan (Eksekutif-legislatif). “Nanti kita akan pertanyakan,” janjinya.
Sementara itu, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah tampak geram dengan adanya tudingan tersebut. Dirinya membantah keras ada upaya meraup “keuntungan” oleh penyelenggara dari event MXGP itu.
“Tidak usah curiga yang terlalu berlebihan. Ini bukan pekerjaan yang menguntungkan secara finansial,” tegas gubernur dikonfirmasi terpisah via ponsel.
Bang Zul kembali menegaskan penyelanggara tidak memperoleh keuntungan secara finansial. “Yang jelas penyelenggara nggak memperoleh keuntungan,” tegasnya lagi.
Gubernur mengatakan even MXGP itu harus dilihat impactnya pada menggerakkan ekonomi dan perubahan sosial yang memang luar biasa untuk masyarakat. Jangan lalu ada kesan seoalah Pemprov NTB “berdagang” dari event itu. Padahal NTB susah payah berjuang bagaimana even dunia itu bisa terselenggara di NTB.
“Itu dia (harus diklarifikasi),” katanya.
Menurut gubernur, pihaknya perlu meluruskan tudingan itu. Jangan sampai makin liar dianggap benar adanya.
“Kalau didiamkan nanti makin liar isunya dan berkembang ke mana-mana seakan-akan benar adanya,” tegasnya.
Gubernur menegaskan mengadakan kegiatan seperti MotoGP, WSBK dan MXGP itu tidak mudah. “Buat penyelenggara saya tahu betul nggak ada keuntungan finansialnya,” yakinnya.(jho)