Hj. Nurul Adha. (WINDY DHARMA/RADAR MANDALIKA)

LOBAR– Polemik pembahasan draf Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) yang buntu tidak ingin dibiarkan berlarut-larut oleh Wakil Bupati Lombok Barat (Lobar) Hj. Nurul Adha. Wabup mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lobar dapat bersikap lapang dada dan sepaham atas kondisi fiskal daerah.

Secara terbuka, Wabup mengajak legislatif segera duduk bersama membahas KUA PPAS dengan semangat adaptasi, sabar, dan komitmen kerja keras demi kepentingan rakyat.

“Kalau menurut saya, ya kita sikapi semua ini dengan sabar lah,” ujar Wabup Lobar Hj. Nurul Adha yang dikonfirmasi, Kamis (6/11).

Wanita yang akrab disapa Ummi Nurul Adha (UNA) menilai sinergi membangun daerah harus tetap terjaga di saat kondisi fiskal daerah terdampak pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp305 miliar. Sehingga, perlunya kesamaan pandang di antara kedua lembaga daerah tersebut.

“Secara kumulatif, APBD kita ini kan berkurang. Kalau 2023**,** Rp 2 triliun lebih. Nah sekarang kurang, karena akibat dari kebijakan pusat yang mengurangi TKD kita sekitar Rp305 miliar. Jadi kita punya APBD sekitar Rp 1,9 sekian,” jelas UNA.

Meski Pemkab sudah melakukan efisiensi anggaran, termasuk dengan merumahkan tenaga honorer non-database, tetap saja persentase belanja pegawai secara akumulasi total APBD tetap tinggi.

“Artinya, terjadi pengurangan belanja, tetapi akumulasi persentasenya tetap tinggi. Ini yang membuat kemudian secara fiskal kita agak kesulitan,” tegasnya.

Pengurangan itu secara langsung berdampak pada alokasi anggaran di sektor lain. Terutama belanja barang dan jasa yang kerap menjadi tempat usulan program-program dari anggota Dewan. Alokasi belanja ini tidak bisa disamakan dengan tahun sebelumnya karena adanya penyesuaian terhadap TKD yang berkurang.

“Dengan pengurangan ini, yang tidak boleh berkurang adalah belanja pegawai, harus aman. Itu tidak boleh berkurang,” jelas Wakil Bupati.

Penyesuaian harus dilakukan pada pos-pos belanja lain. Khususnya belanja barang dan jasa yang merupakan bagian dari biaya publik. Adaptasi anggaran ini juga wajib mempertimbangkan alokasi program prioritas yang sudah direncanakan, seperti penanganan kemiskinan dan penurunan stunting, termasuk program unggulan satu miliar per desa yang tetap diakomodasi dalam skema anggaran baru.

“Kalau menurut saya, ya kita sikapi semua ini dengan sabar lah. Seperti kata Pak Bupati, menyikapi kebijakan pusat secara nasional dengan beradaptasi dengan kondisi ini. Sekarang gimana kita sikapi dengan adaptasi, sabar kita, kerja keras kita, gitu,” sarannya.

UNA meyakini dengan kesepahaman bersama antara eksekutif dan legislatif akan membuat pembahasan KUA PPAS selesai. Kemudian, bekerja sama untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan berdampak pada peningkatan APBD. Sehingga penyesuaian anggaran kembali bisa dilakukan pada APBD Perubahan 2026 mendatang.

“Ayo kita kerja sama-sama, kemudian nanti di (APBD) Perubahan. Kalau PAD kita meningkat, di sanalah kemudian kita juga menyesuaikan lagi, gitu. Karena sama-sama untuk rakyat,” harapnya.

Selain urusan fiskal, Pemda juga dihadapkan target nasional yang sangat mendesak untuk penurunan kemiskinan ekstrem dan stunting. Hal ini membuat Pemda juga harus memfokuskan anggaran untuk itu dalam kondisi fiskal yang terbatas.

“Bayangkan yang diminta oleh Presiden itu, penurunan kemiskinan ekstrem 2027 harus selesai, stunting harus selesai. Kan ini membutuhkan fokus anggaran kita ke sini juga,” tegas Wakil Bupati.

Menyinggung permintaan DPRD merevisi KUA PPAS, UNA menyatakan kebingungannya karena kondisi fiskal memang sudah sangat berat. Beliau menekankan bahwa yang terpenting saat ini adalah komunikasi yang harmonis.

“Saya bingung revisi apa yang mau direvisi. Ya, karena ya APBD sekian itu kan memang agak berat secara fiskal. Apa yang mau direvisi? Orang sudah. Persentasenya? Sudah kita atur-atur. Nggak ada yang direvisi. Tinggal dibahas, disetujui. Tapi ruang komunikasi masih ada, gitu,” katanya.

Wanita yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Lobar itu berharap Dewan dapat memahami kondisi kebijakan nasional ini, serta menghindari deadlock atau disharmoni antara eksekutif dan legislatif demi kepentingan bersama. Terlebih, ia meyakini Bupati juga tidak ingin adanya jarak antara eksekutif dengan legislatif.

“Saya kira pasti Pak Bupati sama juga ingin tidak ada gap (jarak), kebersamaan, insyaallah,” pungkasnya. (win)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *