LOTENG—Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Nusa Tenggara I Mataram diduga melakukan penyimpangan kebijakan di tanah adat Desa Peresak, Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng).
Kepala Desa (Kades) Peresak, Sujaan Maulana, SH menceritakan, berawal dari keinginan pihaknya di pemerintah desa (pemdes) mendirikan gedung Koperasi Merah Putih (Kopdes) Desa Peresak Batukliang.
“Rencana tiang (saya) mau pakai tanah yang dikuasai BBWS/PU PR yang ada di Dusun Peresak Lauk Desa Peresak,” ungkapnya, Kamis (13/11).
Untuk itu, Ia mengaku mengirim surat ke Haji Hilim Cs yang saat ini menguasai tanah tersebut. Dimana, dikatakan bahwa Haji Hilim adalah mantan penjaga air suplesi rutus yang menguasai tanah tersebut selama 25 tahun lebih tanpa ada izin dari dinas manapun. Sebagai Kades, ia mengirim surat itu untuk minta konfirmasi tentang status tanah, tapi katanya mereka tidak mau hadir ke kantor desa dengan alasan bukan pemilik tanah.
Lebih lanjut, akhirnya ia mendatangi kantor BBWS Nusa Tenggara I Mataram dan mengaku bertemu dengan bagian aset BBWS. “Setelah dicek di laptop tentang asset-aset BBWS ternyata tidak tercatat atau tidak ada katanya, akhirnya bagian aset meminta saya untuk cek ke BPKAD provinsi dan saya langsung ke sana hari itu. Setelah bertemu pegawai BPKAD kemudian dicek lagi keberadaan tanah tersebut hasilnya tidak ada aset provinsi di sana,” bebernya.
Hal tersebut membuat pihaknya jadi bingung. Akhirnya, katanya, pihaknya di Pemdes Peresak nekat ingin menguasai tanah tersebut, yang kemudian membuat pihak BBWS turun ke kantor desa.
“Mereka menyalahkan pemdes, kemudian tiba-tiba menyampaikan kalau itu tanah BBWS tapi belum disertifikat katanya,” ujarnya.
“Padahal ada fakta lain yang kami dapatkan dari pengakuan para tokoh peresak yang menyatakan tanah tersebut dulu Tanah Pecatu Kadus peresak Daye tapi dipinjam sama provinsi waktu membangun sungai suplesi rutus tahun 1990, kemudian sampai saat ini belum dikembalikan oleh BBWS/PU PR,” ungkap Sujaan.
Dikatakannya bahwa yang menyakitkan bagi pihaknya yakni ketika pemdes mau pakai tanah itu dilarang yang menurutnya diintimidasi oleh keluarga Haji Hilim yang dibekingin keluarganya yang bekerja di bagian aset BBWS.
“Mereke memasang plang larangan dengan ancaman pidana, padahal Haji Hilim yang menguasai tanah itu sampai sekarang tidak dilarang, dibiarkan saja menguasai tanpa prosudur izin, hanya untuk keperluan pribadi. Jika benar BBWS/PU PR yang punya tanah kenapa dibiarkan dikuasai secara pribadi oleh Haji HILIM? Kami menduka ada permainan di tanah ini sehingga ada potensi kerugian negara,” cetusnya.
Untuk itu, ia menegaskan jika Pemdes Peresak akan melakukan langkah hearing ke DPRD NTB untuk memperjelas status tanah tersebut. Pihaknya meminta kepada BBWS/PU PR untuk mengembalikan tanah tersebut ke Pemdes Peresak, karena dulu katanya hanya dippinjam dari Kadus Peresak Daye.
“Semoga dengan kita hearing nanti semua jadi jelas dan Pemdes Peresak bisa memakai tanah tersebut sebagai tempat mendirikan gedung Kopdes Peresak Batukliang,” tutupnya. (zak)