PWI NTB, organisasi wartawan tertua dan terbesar di daerah, sedang mencari nakhoda baru. Salah satu nama yang mencuat adalah Abdus Syukur, wartawan senior yang mengusung visi sederhana tapi kuat: menjadikan PWI NTB rumah wartawan, bukan menara gading.

Dalam bursa Calon Ketua PWI NTB 2025–2030, nama Abdus Syukur mencuri perhatian. Bukan karena baliho atau jargon kampanye, tapi karena pendekatannya yang membumi. Ia bicara soal masa depan wartawan, bukan soal jabatan. Ia menyebut PWI NTB harus kembali ke akarnya: menjadi rumah bersama untuk semua wartawan di NTB.

“Yang kita butuhkan bukan yang paling terkenal, tapi yang paling siap menjemput masa depan,” katanya, saat ditanya soal motivasinya maju.

Abdus Syukur tak ingin PWI NTB menjadi organisasi eksklusif yang hanya milik segelintir orang. Ia ingin PWI NTB terbuka untuk semua wartawan, dari media besar hingga kecil, dari cetak hingga daring. Ia ingin PWI hadir di lapangan, bukan hanya dalam seremoni.

Menurutnya, tantangan wartawan saat ini tak sekadar soal berita. Tapi juga soal digitalisasi, keamanan kerja, dan marwah profesi. Karena itu, PWI NTB harus kembali relevan dan adaptif terhadap zaman.

Visi yang Membumi, Misi yang Terukur

Visi Abdus Syukur sebagai calon Ketua PWI NTB adalah menjadikan organisasi ini modern, responsif terhadap perubahan, berpihak pada kebutuhan wartawan, dan tetap menjaga idealisme jurnalisme.

Ia membagi misinya ke dalam lima pilar utama:

Pertama, PWI NTB sebagai Rumah Bersama. Terbuka untuk semua wartawan. Menghapus sekat antara media besar dan kecil.

Kedua. Kepemimpinan yang Mendengar dan Hadir. Bukan hanya duduk di podium, tapi turun langsung menyerap aspirasi anggota.

Ketiga, Transformasi Digital Wartawan NTB. Pelatihan rutin tentang SEO, engagement, algoritma media sosial, dan monetisasi media lokal.

Keempat,  Advokasi dan Perlindungan Nyata. Memperkuat fungsi PWI sebagai pelindung profesi wartawan, termasuk fasilitasi UKW dan bantuan hukum.

Kelima, Pemilu PWI sebagai Tonggak Perubahan. Menjadikan pemilihan ini bukan sekadar rutinitas lima tahunan, tapi momentum transformasi organisasi.

PWI NTB Tidak Boleh Jadi Simbol Saja

“PWI tidak boleh hanya menjadi simbol, tapi harus jadi solusi,” tegasnya. Ia percaya organisasi ini bisa menjadi kekuatan yang benar-benar dirasakan anggotanya, bukan hanya pengurusnya.

Dengan latar belakang sebagai wartawan lapangan, Abdus Syukur tahu betul kerasnya dunia kerja jurnalis di NTB. Ia menawarkan pendekatan empatik dan program nyata untuk menjawab keresahan para wartawan yang selama ini merasa jauh dari organisasi.

Siap Jadi Nakhoda Baru PWI NTB

Kini, nama Abdus Syukur sebagai Calon Ketua PWI NTB 2025–2030 terus bergulir di kalangan wartawan. Ia tidak menjual janji. Ia menawarkan arah baru: menjadikan PWI NTB sebagai organisasi wartawan yang berdiri di atas kaki sendiri, bukan bayang-bayang kekuasaan.

Dan seperti katanya: “Saya bukan yang paling populer. Tapi saya siap bekerja. Karena PWI NTB ini bukan milik elite. Tapi milik semua wartawan.”

PWI NTB harus jadi rumah. Bukan menara gading. Itulah kalimat yang ia ulang berkali-kali. Sesederhana itu, tapi mengandung kekuatan yang sedang dirindukan oleh banyak wartawan di NTB hari ini. (*)

Keterangan Foto:
Abdus Syukur (dok pribadi)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *