Jakarta – Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan komitmen pemerintah untuk memperjuangkan perbaikan ekosistem musik nasional melalui transformasi yang mengedepankan prinsip justice and fairness. Hal itu disampaikan pada Audiensi Terbuka Menteri Hukum bersama Pelaku Industri Musik Tanah Air di Graha Pengayoman, Jakarta, Jumat (31/10).
Supratman menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan pembagian peran yang jelas antara Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk menciptakan mekanisme pengawasan yang lebih seimbang.
“Kita telah membagi tugas antara LMK dan LMKN. LMK tidak boleh menarik royalti, sedangkan LMKN tidak boleh secara langsung mendistribusikan royalti ke pemilik hak. Ini dilakukan agar ada check and balance,” kata Menkum.
Kebijakan baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 diharapkan mampu memastikan setiap karya lagu dan musik memperoleh pelindungan hukum serta kompensasi ekonomi yang layak. Sistem pengelolaan royalti ini dirancang agar lebih transparan, akuntabel, dan berbasis data digital.
Langkah ini mendapat dukungan luas dari pelaku industri musik tanah air. Armand Maulana (GIGI) yang turut hadir menyampaikan rasa optimismenya terhadap langkah pemerintah yang kini hadir untuk mengakomodasi kepentingan pelaku industri musik setelah bertahun-tahun menghadapi kebuntuan.
“Baru kali ini permasalahan atau kekacauan yang terus berkembang dari 11–12 tahun lalu mulai dicari solusinya. Sekarang kami merasa punya bapak yang seharusnya bisa mengakomodir apa yang memang seharusnya terjadi,” ujar Armand.
Selain memperkuat tata kelola nasional, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga mengumumkan inisiasi pemerintah Indonesia untuk mengatur sistem royalti di tingkat global. Inisiatif ini disambut positif oleh Piyu (Padi) yang menilai kebijakan tersebut sebagai langkah berani dan menjawab keresahan para pencipta lagu atas ketimpangan sistem royalti di platform digital internasional.
“Terus terang acara sore ini sangat berkesan buat kami karena usulan dari Pak Menteri sangat mendobrak, breakthrough, karena ini pertama kali. Ini sebetulnya juga merupakan keresahan kami melihat bagaimana platform digital memperlakukan tarif royalti yang diskriminatif. Contohnya, kami hanya mendapat royalti 0,8 dolar di salah satu platform, sedangkan di Amerika bisa mencapai 11 dolar,” ujar Piyu.
Ia menambahkan bahwa kebijakan baru ini diharapkan dapat memperkuat posisi tawar para pencipta, penyanyi, dan pemilik master di hadapan platform digital global.
“Kita jadi punya daya tawar yang bisa memberikan kesejahteraan bagi pencipta lagu dan seluruh pelaku industri yang berkaitan dengan platform digital. Harapan saya, proposal ini juga mengatur pelanggaran karya cipta, terutama lagu yang diubah namanya untuk legitimasi karya, karena platform sering berlindung di balik NDA (non disclosure agreement). Semoga Indonesia bisa menunjukkan bahwa kita penduduk dan market share yang luar biasa,” tegasnya.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pelindungan hak cipta di bidang musik bukan sekadar pengakuan terhadap karya, melainkan bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong kesejahteraan pelaku industri kreatif.
“Pemerintah ingin memastikan setiap pencipta dan pemilik hak terkait memperoleh imbal hasil yang adil dari karya mereka. Pelindungan hak cipta harus menjadi bagian dari kesejahteraan, bukan hanya penghargaan,” ujar Menteri Supratman.
Melalui forum ini, Kementerian Hukum mengajak seluruh pelaku industri musik untuk aktif berkolaborasi dalam membangun ekosistem musik yang sehat, transparan, dan berdaya saing global.
Hal itu sejalan dengan pandangan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat (Kanwil Kemenkum NTB), I Gusti Putu Milawati, yang menilai bahwa penguatan tata kelola royalti dan pelindungan hak cipta merupakan langkah strategis dalam mendorong tumbuhnya industri kreatif yang berkeadilan di daerah. Ia menegaskan bahwa Kanwil Kemenkum NTB siap mendukung implementasi kebijakan tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh para pelaku seni dan masyarakat terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat. (*)