MATARAM – Anggota DPRD NTB dari Fraksi Golkar, Efan Limantika, membantah keras tuduhan yang menyebut dirinya terlibat dalam praktik mafia tanah melalui pemalsuan dokumen maupun penggelapan hak atas lahan.
Politisi muda asal Dompu itu menegaskan, tuduhan yang dialamatkan kepadanya merupakan fitnah. Ia bahkan mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB pada Rabu (17/9), untuk menghadiri gelar perkara khusus yang digelar aparat kepolisian. Efan hadir didampingi penasihat hukumnya, Apriyadi.
“Dalam gelar perkara tersebut, saya hadir sebagai terlapor. Turut hadir Kabag Wasidik, ahli hukum pidana, perwakilan Irwasda, Bidpropam, penyidik pembantu Sat Reskrim Polres Dompu, serta penyidik senior Polda NTB,” kata Efan, Kamis (18/09).
Kronologi Jual-Beli Tanah
Efan menjelaskan, dalam forum tersebut dirinya diberi kesempatan memaparkan kronologis transaksi jual-beli tanah yang berlokasi di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, sejak awal hingga terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya.
“Kami sudah uraikan secara rinci dari awal hingga akhir. Bukti-bukti juga lengkap, termasuk foto transaksi dan penandatanganan akta jual-beli (AJB) di hadapan notaris, dengan saksi-saksi dari keluarga penjual,” tegasnya.
Menurut Efan, akta jual-beli tersebut ditandatangani langsung oleh dirinya selaku pembeli, bersama penjual, yakni Ibu Jaenab (istri almarhum M. Saleh). Penandatanganan AJB turut disaksikan staf notaris, anak kandung Jaenab, Sitti Nur, beserta suaminya, serta Heriadi yang merupakan sopir Efan.
“Semua dokumen itu sudah kami serahkan kepada penyidik sebagai bukti autentik,” tambahnya.
Gugatan Perdata Menguatkan
Lebih lanjut, Efan juga menyinggung adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Dompu dengan nomor perkara 16/Pdt.G/2025/PN Dpu. Dalam perkara tersebut, Sitti Nur dan Sarifudin yang merupakan anak kandung penjual, justru menguatkan kebenaran transaksi jual-beli tanah yang dilakukan antara dirinya dengan orang tua mereka.
“Jawaban dari Sitti Nur dan Sarifudin juga sudah kami serahkan sebagai bagian dari bukti,” ujarnya.
Efan menilai, klaim kepemilikan tanah dari pihak pelapor tidak memiliki dasar kuat, sebab hingga kini tidak pernah ditunjukkan sertifikat kepemilikan atas nama mereka.
Imbauan Penasihat Hukum
Sementara itu, penasihat hukum Efan, Apriyadi, meminta penyidik Polres Dompu agar menangani perkara ini secara transparan, profesional, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
“Jangan sampai terburu-buru mengambil keputusan yang justru berpotensi cacat formil. Masyarakat berhak mendapatkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan atas setiap proses hukum,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat Dompu agar tidak mudah terprovokasi isu-isu liar yang berkembang di media sosial maupun media online, sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dugaan Framing Politik
Sebelumnya, beredar pamflet dari Pengurus Wilayah Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SMMI) NTB yang mendesak aparat hukum segera menetapkan Efan Limantika sebagai tersangka kasus dugaan mafia tanah. Pamflet itu juga menyerukan agar DPRD NTB dan Partai Golkar tidak melindungi kader yang bermasalah.
Menanggapi hal tersebut, Efan menduga ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mencari keuntungan pribadi maupun politik dari kasus ini.
“Kami punya bukti sah atas jual-beli tanah tersebut. Tapi isu ini justru digoreng untuk kepentingan tertentu. Itu biasa terjadi,” tandasnya. (jho)