Ia masih kelas 7. Masih belia. Tapi siapa sangka, namanya kini harum ke seluruh penjuru Nusantara. Bahkan sampai melintasi batas negara.
Jasmine Az-Zahra. Usianya baru 12. Lahir di Tangerang Selatan, 29 Mei 2013. Tapi hari ini, ia bukan sekadar siswi SMP Al Zahra Indonesia. Ia adalah juara dunia. Ya, juara 1 Abacus Olympiad International 2025, kategori Group E. Digelar di Shah Alam, Selangor, Malaysia. Tanggal 20 Juli lalu.
Jangan bayangkan kompetisi ini ringan. Pesertanya bukan anak-anak kampung. Mereka datang dari berbagai negara. Dari benua ke benua. Dan Jasmine mengalahkan mereka semua.
Ia tidak hanya menghitung cepat. Ia berpikir cepat. Ia juga berpikir jernih. Karena Abacus bukan semata otak kiri. Tapi juga tentang ketenangan. Fokus. Ketekunan. Dan mungkin—cinta pada angka.
Jasmine bukan tanpa peluh. Ia berlatih berbulan-bulan. Ia belajar bukan hanya soal hitungan. Tapi juga disiplin. Dan sportivitas.
Kepada wartawan yang mewawancarainya, Jasmine berkata lirih tapi pasti:
“Saya senang sekali bisa ikut dan menang. Bertemu teman-teman dari negara lain membuat saya termotivasi. Saya belajar pentingnya disiplin. Dan tetap sportif, walau di tengah tekanan.”
Bahasanya sederhana. Tapi maknanya dalam. Anak 12 tahun yang sudah bicara tentang nilai-nilai, bukan sekadar angka-angka.
Setelah menang, ia tidak melonjak. Tidak pamer. Yang ia pikirkan justru orang tuanya. “Saya ingin terus membanggakan mama papa,” ujarnya. Ia ingin terus berprestasi. Dan kelak menjadi dokter.
SMP Al Zahra tentu berbangga. Tapi kebanggaan itu meluas. Ini bukan cuma kemenangan satu sekolah. Ini kemenangan satu bangsa. Kemenangan semangat anak Indonesia.
Jasmine memberi pesan tanpa pidato. Bahwa kerja keras tak pernah mengkhianati hasil. Dan bahwa masa depan Indonesia mungkin saja sedang duduk tenang, menghitung angka di ruang kelas kecil di Tangerang Selatan.
Dan harum nama Jasmine, mungkin akan terus semerbak ke penjuru dunia. (*)
Keterangan Foto:
Jasmine Az-Zahra dengan tropi dan medali juaranya. (ist)