MATARAM – Pimpinan DPRD NTB selaku tergugat memilih menunggu langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh Muhammad Fihiruddin selaku penggugat
Itu menyusul Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram menolak gugatan senilai Rp 105 miliar diajukan Muhammad Fihiruddin kepada pimpinan DPRD NTB.
Seperti diketahui, dalam sidang perkara No. 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr, antara Direktur Lombok Global Institute (LOGIS) M. Fihiruddin, melawan Pimpinan DPRD NTB dkk, Hakim PN Mataram menolak seluruh gugatan yang diajukan penggugat pada, Jumat 15 November 2024.
Pimpinan DPRD NTB selaku tergugat melalui kuasa hukum Iman Zarkasi mengatakan, kesiapan untuk menghadapi upaya banding yang akan dilakukan Fihiruddin.
Jika yang bersangkutan benar-benar menempuh upaya hukum banding tersebut.
“Hak warga negara menempuh upaya hukum. Dan kami mempersilahkan dan menunggu upaya hukum yang diajukan Fihirudin bersama tim hukumnya,” kata Kuasa Hukum DPRD NTB Iman Zarkasi, dalam jumpa pers di kantor DPRD NTB, Sabtu (16/11).
Menurut Iman, langkah Fihirudin menggugat ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda, fraksi bintang perjuangan nurani rakyat, fraksi partai amanah nasional, fraksi partai persatuan pembangunan, fraksi partai gerindra, fraksi partai golkar dan pimpinan DPRD NTB tanggal 28 Mei 2024, sangat keliru.
Dia menilai, bukan pimpinan DPRD dan fraksi yang mesti digugat melainkan aparat penegak hukum, yang melakukan penyelidikan, penyidikan dan menetapkan Fihiruddin sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran UU ITE sebelumnya.
“Bukan menggugat pimpinan DPRD dan fraksi yang diduga sebagai pelapor dugaan tindak pidana pelanggan UU ITE. Karena yang melakukan penyelidikan hingga tahap penyidikan dan penetapan tersangka waktu itu kan APH,” paparnya.
Imam Zarkasi menegaskan bahwa kliennya yakni pimpinan DPRD NTB bersama pimpinan fraksi di DPRD setempat tidak pernah sedikit pun untuk dendam pada penggugat.
Hanya saja, ia menyarankan agar penggugat tidak menggunakan narasi diluaran yang tidak baik dengan menuduh yang tidak-tidak terhadap kliennya. Utamanya, pada Ketua DPRD NTB Isvie Rupaedah.
“Kami menghornati jika penggugat menggunakan haknya sesuai yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ketimbang membuat narasi yang tidak baik,” ucapnya.
Dia mengaku bahwa gugatan yang dilakukan Fihirudin mengandung daluarsa penuntutan.
Sebab, gugatan senilai Rp 105 miliar tersebut seharusnya didahului terlebih dahulu dengan melakukan upaya pra peradilan.
“Wajar kalau kami sebut gugatannya masuk daluarsa penuntutan,” ujarnya.
Terkait tuduhan tim kuasa hukum Fihirudin atasnya adanya dugaan cawe-cawe sehingga gugatannya ditolak seluruhnya oleh majelis hakim PN Mataram.
Imam menegaskan, pihaknya mempersilakan penggugat membuktikan hal tersebut asalkan jangan menimbulkan persoalan hukum baru akibat tuduhan tersebut.
“Kalau memang punya bukti yang valid, silahkan untuk dibuktikan apa tuduhannya. Kalau soal KY, itu bukan ranah kami. Itu hak Fihirudin, tapi yang bersangkutan harus mampu membuktikan,” tandasnya.
Sebelumnya Tim PH Penggugat menduga Majelis PN Mataram “Masuk Angin”.
Perkara yang lebih akrab disebut dengan Perkara Rp 105 miliar tersebut dianggap tidak terbukti, sehingga Majelis Hakim menolak semua gugatan yang dilayangkan Tim PH M. Fihiruddin.
Sebelumnya, putusan perkara ini harusnya dibacakan pada tanggal 16 Oktober 2024, kemudian ditunda ke tanggal 30 Oktober, dan terakhir ditunda lagi ke 15 November 2024.
“Dalam Provisi menolak tuntutan Provisi Penggugat. Dalam Eksepsi menolak eksepsi dari para tergugat. Turut tergugat I dan turut tergugat Il untuk seluruhnya,” bunyi putusan hakim dikutip dari e-Court dalam perkara Nomor 135/Pdt.G/2024/PN.Mtr.
Kemudian Dalam Pokok Perkara:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini secara sejumlah Rp 689.000,00.
Atas putusan tersebut, Ketua Tim PH Fihirudin, Muhammad Ihwan mewakili seluruh Tim Pengacara Pembela Rakyat (TPPR) menduga bahwa putusan Majelis Hakim PN Mataram sarat kepentingan. Bahkan kuat diduga Majelis Hakim sudah “masuk angin” atas putusan yang sudah dikeluarkan.
“Ada rentang waktu sebulan lebih dari jadwal awal. Waktu yang tidak masuk akal, sehingga Majelis Hakim tidak mampu membuat atau mengetik sebuah keputusan,” kata Iwan Slank sapaannya.
Dalam persidangan kata Iwan Slank, pihaknya sudah menghadirkan saksi-saksi dan bukti yang sangat kuat. Selain itu, saudara Fihiruddin juga sudah ditahan dan mengalami kerugian yang amat besar.
“Jadi aneh ketika Majelis Hakim menolak tuntutan kami, ini sangat aneh dan tidak wajar,” tegas Iwan Slank.
Dalam persidangan lanjut Iwan Slank, Tim PH juga sudah mengajukan bukti bahwa benar ada putusan yang telah membebaskan saudara Fihiruddin dari dakwaan pidana. Kemudian setelah ditahan atas peristiwa yang didakwakan kepadanya, Fihiruddin sudah diproses hukum, tetapi keputusan hukum justru mengatakan bahwa dia tidak bersalah.
“Saat persidangan juga, dari pihak tergugat tidak ada mengajukan saksi satupun dan tidak ada mengajukan bukti surat selain percakapan-percakapan WhatsApp yang dijadikan alat bukti. Makanya bagi kami, putusan ini sangat aneh dan janggal. Ketika satu pihak telah membuktikan secara sempurna, dalil-dalil gugatannya juga sangat kuat kemudian ditolak,” sesalnya.
Atas putusan ini pula, pihaknya bakal selain mengajukan banding dan juga melaporkan perilaku Majelis Hakim PN Mataram ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) atas dugaan cawe-cawe dalam perkara ini.
“Putusan ini bagi kami bukan hanya tidak adil, tapi juga tidak masuk akal dan tidak logis,” pungkasnya. (jho)