KLU—Belakangan heboh soal gempa Megathrust yang mengancam wilayah Indonesia. Kehebohan ini bermula dari insiden gempa Megathrust Nankai yang mengguncang Jepang dengan kekuatan Magnitudo 7,1 Skala Richter (SR) pada Kamis (8/8).

Dilansir CNBC Indonesia, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono sempat mengatakan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai sama persis dengan yang dirasakan ilmuwan Indonesia.

Khususnya yang perlu diwaspadai di Indonesia adalah Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).

Terkait dengan Meghatrust tersebut, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram Ardianto Septiadi saat dikonfrimasi Radar Mandalika, Kamis (15/8), menyampaikan Megathrust terdiri dari 13 segmen yang memanjang dari Aceh, Selatan Jawa hingga Lombok. Di NTB terdapat Meghatrust Sumba dan Megathrus East Java. Sementara dari dua Meghatrust itu Lombok Utara tidak masuk pada zona tersebut.

“Lombok Utara berada di zona utara yang terdiri dari tiga segmen patahan yakni Patahan Bali Lombok, Patahan Sumbawa, dan Sesar naik Flores,” ungkapnya.

Namun demikian zona patahan sesar Flores yang berada di kawasan Lombok Utara juga memiliki potensi kekuatan gempa yang cukup besar yakni hingga 7,4 SR. Namun demikian hal tersebut tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Gempa besar sendiri sudah terjadi pada Agustus 2018 lalu.

Ardianto meminta warga Lombok Utara penting untuk tetap melakukan langkah mitigasi bencana. Pasalnya gempa sendiri tidak bisa diprediksi kapan terjadi.

“Tentu informasi yang disampaikan mengenai Meghatrust ini penting untuk memahami karakteristik dan langkah mitigasi, agar masyarakat membangun dengan standar bangunan tahan gempa salah satunya. Ini bagian dari perlu rencana kontigensi untuk  kesiap siagaan,” katanya.

Ardianto menerangkan bahwa Megathrus sendiri sudah ada dari sejak lama. Artinya para ahli secara nasional pusat studi gempa nasional sudah mengidentifikasi sumber gempa di Indonesia. Hal ini penting supaya memahami mana daerah yang memiliki sumber potensi gempa.

“Kalau mengenai potensi liquivaksi di Lombok kita masih memerlukan penelitian lebih lanjut,” cetusnya.(dhe)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *