JHONI SUTANGGA/RADAR MANDALIKA PERTEMUAN: Sejumlah anggota Banggar DPRD NTB saat berdiskusi, kemarin.

MATARAM – Rapat Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berlangsung, Rabu kemarin. Namun sayang tak ada hasil. Kedua belah pihak belum menemukan kata sepakat mencarikan dari mana sumber anggaran untuk menyelesaikan utang pemprov kepada kontraktor Rp 227,6 miliar.

Anggota Banggar dari Fraksi Bintang Perjuangan Nurani Rakyat (BPNR), Ruslan Turmuzi angkat bicara. Ditegaskannya, untuk membayar utang pihaknya menyerahkan kepada eksekutif dengan melakukan pergeseran anggaran dari mana saja.

“Kalau perosalan utang wajib dibayar. Sumber dananya itu urusan eksekutif,” tegasnya kepada media.

Politisi PDIP ini mengatakan, pihaknya pernah menanyakan kepada Inspektorat NTB darimana sumber utang yang terbilang begitu besar. Sayangnya Inspektorat tak merespons. Jika mengklaim ada utang harusnya bersumber dari hasil audit BPK yang kemudian pemerintah membuat Akta Pengakuan Hutang (APU).

“Mereka mau bayar bulan Mei ini. Tapi mereka tidak bisa menjelaskan darimana sumbernya. Inspektorat pun diam,” sentilnya.

Oleh karena itu, pihaknya melepaskan penuh kepada eksekutif untuk mencari sumber pembiyaan dari mana saja.
“Yang penting sampai Mei hutang dibayar,” tegasnya.

Sikap dewan yang terkesan melesu bukan tanpa sebab. Ternyata itu bentuk kekecewaan mereka kepada pemerintah yang tidak pernah menjalankan komitmen bersama dimana alokasi APBD 2022 itu mengacu dalam Nota KUA PPAS yang ditandatangani kedua belah pihak (Eksekutif legiatif). Justru ketika eksekutif merasa terjebak dengan utang malah seenaknya saja melakuan pergeseran melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) Gubernur NTB.

“Ini kan mereka merencanakan (APBD 2022). Kok perencanaan bobrok,” tegasnya lagi.

Ruslan mengatakan, sejak menjadi anggota DPRD NTB lima periode hanya dikepemimpinan Zul Rohmi ini perencanaan keuangan paling bobrok.
“Ini pemerintahan paling bobrok,” katanya lagi.

Dalam kondisi ini justru yang paling salah adalah gubernur sendiri. Dimana gubernur diketahui paling banyak mempunyai direktif di setiap OPD.
“Bayangakn Pokir Rp 310 M terus bebani Rp 110 M. Kalau dia eksekutif Rp 117 M dari sekian triliun APBD. Saya bilang direktif gubernur ini tertutupi semua,” katanya kecewa.

Ruslan kembali mengungkit utang Pemprov itu hanya estimasi saja tanpa bisa menjelaskan detailnya. Dia mencurigai ada penumpang gelap untuk mendanai program dalam waktu dekat kalau menunggu APBD perubahan pastinya akan terlambat.

Disinggung dengan pimpinan Banggar telah menyepakati pola pembayaran utang? Ruslan mempersilahkan siapa yang mau sepakat dan tidak.
“Kalau saya tidak setuju menolak atas nama fraksi,” katanya.

Anggota Banggar lainnya, Lalu Pelita Putra meminta semua pihak lebih berhati hati. “Lembaga ini juga perlu hati -hati menjelang politik,” katanya.

Kondisi APBD NTB yang mulai terlihat amburadul itu sejak beberapa tahun terakhir mulai dengan alasan pandemi covid-19 dan seterusnya. Harusnya kepala daerah itu tidak boleh membiarkan keadaan makin terpuruk seperti ini utang dimana mana.

“Sebenarnya kalau mau jujur APBD ini bisa disehatkan tapi terlalu banyak sahwat (jadi penghalang) yang diinginkan (kepla daerah),” sentil politisi PKB itu.(jho)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *