PRAYA — Pengurus Daerah Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Lombok Tengah berang gara-gara kasus pemecatan lima kepala dusun oleh Kades Barejulat, Kecamatan Jonggat.
PPDI bersama seluruh jajaran pengurus kecamatan di Kecamatan Jonggat sempat menggelar pertemuan menyikapi persoalan itu pada Senin, (19/07) lalu di salah satu rumah Kadus yang dipecat kades.
“Setelah mendengar keterangan dari lima kepala dusun yang diberhentikan oleh Kades Barejulat. Kami PPDI Loteng bersama dengan pengurus kecamatan mengambil kesimpulan dan akan mengambil langkah hukum serta mediasi yang akan difasilitasi oleh Camat Jonggat sebagai perwakilan daerah di wilayah kecamatan tersebut,” ungkap Ketua PPDI Loteng, Mariono melalui Sekretaris, Adnan Muksin, Rabu kemarin.
Ia menjelaskan, ada beberapa temuan yang diperoleh pengurus daerah dan pengurus kecamatan. Di antaranya, jika merujuk Pasal 17 ayat (3) huruf e Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 43 tahun 2018 tentang pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang digunakan oleh Kades Barejulat untuk memberhentikan Prades sangatlah prematur atau tidak jelas.
“Bukti administerasi pelanggaran larangan perangkat desa yang di maksud oleh kades hanya cenderung dibuat-buat dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jangan loyalitas kepada pimpinan yang salah dijadikan alasan untuk memberhentikan. Alasan tersebut tidak mengandung unsur filosofis, yuridis maupun sosiologis,” tegasnya.
Dijelaskan pria yang juga Sekdes Barabali ini, setelah pihaknya membaca surat keputusan Nomor 5,6,7,8 dan 9 tentang Pemberhentian Prades Barejulat bahwa terdapat hirarki peraturan perundang-undangan yang tidak jelas. Misalnya, UU 32/2014 dan Perda Nomor 10/2006, Undang-undang dan Peraturan tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Namun, ini digunakan sebagai alasan hukum, sehingga pihaknya menyimpulkan bahwa ini sudah memperlihatkan kades yang arogan dan tidak paham. “Sehingga, jika semua rujukan menggunakan Pasal 17 Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 43 tahun 2018 tentang Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, maka Kepala Desa Barejulat lupa atau tidak pernah membaca atau mungkin sengaja tidak melihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) tentang konsultasi dan rekomendasi camat sebagai syarat untuk melakukan pemberhentian Prades. Atau Kepala Desa Barejulat tidak lagi menghargai Camat Jonggat?” singgungnya.
Dia juga menyayangkan, dalam beberapa keterangan pers dari Kades setempat yang menyampaikan sudah memberikan SP1, SP2 kepada perangkat desa yang diberhentikan. Sehingga, lagi-lagi pihaknya mempertanyakan SP1 dan SP2 itu terdapat dimana dalam peraturan perundang-undangan?.
“Sehingga, kami memberikan kesimpulan bahwa Kades Barejulat sama sekali tidak memahami ketentuan prosedur hukum tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa,” sebutnya.
Adnan juga sudah melayangkan surat kepada Komisi IV DPRD Loteng untuk dilakukan hearing bersama dengan DPMD, Kabag Hukum Setda Loteng, Camat Jonggat, BPD Barejulat dan Kades Barejulat.
“PPDI Loteng juga sudah mengirimkan somasi kepada Kades Barejulat untuk segera mencabut keputusannya. Dan Tindakan ini juga sudah kami sampaikan pada PTUN Mataram sebagai langkah hukum kami,” pungkasnya. (fiz)