WINDY DHARMA/RADAR MANDALIKA PROSES: Pembangunan TPST di Dusun Penyangget Desa Senteluk Kecamatan Batulayar yang sedang berproses, kemarin (27/5). Warga menolak lokasi pembangunan di wilayahnya.

LOBAR—Warga Dusun Penyengget Desa Senteluk Kecamatan Batulayar menuntut Pemkab Lombok Barat (Lobar) meninjau kembali lokasi pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di dusun itu. Lantaran lokasi yang sekarang ditolak, karena khawatir dampak dari kesehatan dan lingkungan sekitar karena lokasi yang dinilai dekat dengan pemukiman.
Ari Wibowo alias Rosi Wowor selaku saksi penolakan warga terhadap lokasi pembangunan TPST menegaskan warga tetap menolak lokasi yang sedang dalam pembangunan. Penolakan warga itu dilakukan melalui aksi demonstrasi. Tidak itu saja warga telah melayangkan surat kepada Bupati Lobar tertanggal 17 Maret 2021. Surat itu diharapkan mendapatkan tanggapan dari Bupati untuk melakukan hearing menanggapi hal tersebut, namun tidak kunjung dilakukan. Sehingga, warga mensinyalir bahwa klaim Pemkab dalam hal ini Bupati telah melakukan sosialisasi kepada Warga sekitar cacat di lapangan.
“Itu dibuktikan dengan 344 tandatangan penolakan lokasi dari warga yang telah dilampirkan dalam satu gabung surat,” tegasnya, kemarin (27/5).
Ia juga membantah pernyataan Kepala DLH terkait penolakan warga itu diperkirakan berlatar belakang politik Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang akan digelar di desa itu. Lantaran pada masa penolakan tanggal surat, hampir seluruh warga Penyangget hanya mengetahui bahwa Kepala Desa setempat telah berstatus non aktif, karena masa jabatannya telah habis. Sama sekali tidak mengetahui siapa calon Kades berikutnya.
“Mengenai keingintahuan masyarakat soal TPST untuk kemudian disosialisasikan kepada warga. Namun dari 25 perwakilan Warga Dusun Penyangget, hanya dihadiri oleh 5 orang perwakilan saja,” bebernya.
Bahkan dari pengakuan warga yang datang saat rapat itu, sudah menegaskan kedatangan untuk menolak dan menandatangani daftar hadir. Dengan alasan berada di tengah pemukiman warga dan di atas tanah produktif. Di mana sebagian besar dari warga memanfaatkannya untuk bertanam padi dan membuat spot wisata kuliner sebagai upaya memenuhi hajat hidup mereka.
“Terlebih lokasi tepat dibangunnya TPST tersebut berada sangat dekat dengan pemukiman bahkan beberapa puluh meter saja dari Sekolah SD dimana anak-anak mereka disekolahkan,” imbuhnya.
Pihaknya juga membantah statemen Kepala DLH Lobar, bahwa para tokoh masyarakat telah setuju. Karena hal itu dibuktikan dalam surat penolakan terdapat nama-nama sebagian tokoh masyarakat mulai dari RT setempat. Soal upaya mediasi yang dikatakan bahwa warga tidak berani untuk datang, menurutnya sangat kontradiksi dengan kenyataan yang ada. Karena sesuai surat penolakan ke Bupati Lobar, warga dalam posisi menunggu balasan dan undangan dari Bupati Lobar.
“Bukan undangan dari Desa Senteluk yang mengesankan bahwa Bupati tidak menanggapi bahkan membaca isi surat yang telah dilayangkan. Sebagai bukti, bahwa tak seorang pun dari warga Dusun Penyangget menerima secarik kertas balasan dari Bupati Lobar,” ungkapnya.
Salah satu Ketua RT yang tak ingin disebut namanya di dusun itu menegaskan bahwa warga mendesak agar Pemkab meninjau kembali lokasi pembangunan TPST itu. Karena banyak warga terdampak yang bermukim dekat lokasi. Pihaknya tidak tahu lagi kemana akan mengadu persoalan ini. Sehingga warga bersurat ke bupati namun sampai detik ini belum ada respon.
“Kami meminta agar Pemda meninjau kembali lokasi pembangunan TPST ini, kami berharap agar ini diselesaikan secara musyawarah karena kami ini anak dari Pemdes dan Pemda,” ujarnya.
Karena kalau mengacu kajian UKL UPL lokasi awal tidak disana, namun lebih timur (dalam). Hal senada disampaikan warga setempat Karno. Dari awal warga menolak lokasi, sehingga dilakukan demo. Sempat rencana pembangunan TPST dihentikan, dan alat berat dikeluarkan dari lokasi proyek. Namun seminggu berselang lanjut lagi menggunakan manual mengerahkan dam truk.
Bahkan ia sempat berdebat di lokasi dengan penjabat Kades, karena ia menilai pembangunan TPST masih dihentikan. Ia pun menyampaikan akan menutup lagi portal masuk ke lokasi sebagai aksi penolakan. Kemudian dari pihak aparat yang memediasi, warga diminta tidak menutup portal. “Lalu disampaikan isi surat penolakan warga, bahwa jika tidak dihentikan maka warga menempuh jalur hukum. Kayaknya kok melawan masyarakat, padahal warga bukan menolak proyek. Tapi yang ditolak adalah lokasi,” ujarnya.
Menjawab tuntutan warga ini, Penjabat Kades Senteluk, LM Adnan mengatakan tidak tahu persis kronologi awal TPST ini. Karena sebelum menjabat, sudah disepakati pembangunan TPST di Senteluk sehingga tinggal pembangunan. “Saya masih meraba-raba, yang lebih tahu adalah mantan kades soal sejarah TPST kenapa dibangun di Senteluk,” ujarnya.
Pihaknya hanya menjalankan perintah Pemkab melalui bupati supaya pembangunan TPST dilanjutkan. Sehingga pihaknya melakukan sosialisasi kedua. Ia mengklaim sudah melakukan tiga kali sosialisasi. Diakui, memang banyak kendala karena muncul pro kontra hingga pernah dilakukan blokade jalan. Dengan berbagai macam alasan, seperti pencemaran lingkungan dan air, dekat pemukiman. “Tapi sudah dijelaskan langsung oleh pihak balai pusat,” ujarnya. (win)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 480

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *