MATARAM – Musibah bencana alam yang menimpa beberapa kabupaten di Pulau Lombok, termasuk di Pulau Sumbawa. Disebut pemerintah disebabkan dampak dari maraknya pembalakan liar hutan. Demikian juga terjadi pekan kemarin banjir dan longsor. Baik di Sekotong, Lombok Barat longsor, selatan Lombok Tengah banjir dan Lombok Timur Sembalun longsor. Demikian beberapa titik di Pulau Sumbawa banjir.
“Sekitar 62 ribu hektare hutan kritis,” ungkap Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Samsudin usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD NTB, Rabu kemarin.
Samsudin menjelaskan, total luas hutan di NTB 1,7 hektare (Ha) lebih. Tetapi luasan ini terancam terus terkikis masif bila pemerintah tidak mengambil kebijakan dan langkah tegas. LHK mengklaim, pihaknya telah berupaya keras memulihkan keadaan hutan. Tetapi tenaga dan anggaran yang tersedia belum mampu secara progresif mengembalikan keadaan hutan NTB.
“Kalau mengacu pada Perda nomor 14 tahun 2019 tentang pengelolaan hutan, kami ditarget untuk memulihkan hutan setiap tahun 3 ribu ha,” bebernya.
Tetapi faktanya, lanjut dia, ketersediaan anggaran pemerintah di Dinas LHK hanya mampu untuk melakukan reboisasi lahan seluas 1,2 ribu ha pertahun. Situasi ini semakin membuat NTB sulit mengembalikan kondisi hutannya. Mengingat aksi pembalakan liar hutan marak terjadi.
Sehingga, lanjutnya harus dimulai dari kesadaran serta komitmen bersama dalam menyikapi masalah tersebut.“Harus dimulai dari adanya komitmen bersama,” tegasnya.
Disebutkannya, komitmen menjaga hutan saat ini sangat rendah. Sementara Samsudin mengatakan, persoalan kerusakan hutan tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada Dinas LHK. Hal yang menjadi masalah juga ketika OPD lain membuat program berlawanan dengan program LHK dalam pemulihan kondisi hutan.
“Sekuat apapun kami memperbaiki, kalau ada OPD lain membuat program yang berlawanan dengan kami, ya tetap akan rusak juga,” yakinnya.
Program tanam jagung misalnya, dirancang Dinas Pertanian dan Pekebunan NTB, secara tidak langsung membuat banyak hutan dan perbukitan gundul. Meski Samsudin sendiri tidak ingin menyebutkan OPD yang lebih spesifik.
“Saya tidak mau menyebut spesifik ya,” katanya.
Program tanam jagung itu telah berkontribusi besar dalam kerusakan hutan yang mencapai 96 ha. Apakah program tanam jagung itu telah memicu terjadinya banyak titik banjir di NTB?
“Ya silakan nilai sendiri, tetapi kita semua tahu fungsi besar pepohonan selama ini untuk menahan air hujan dengan curah tinggi,” jelas dia.
Langkah lainnya, Samsudin berharap terbangun juga kesadaran masing-masing pihak yang diberi izin mengelola hutan menjalankan kewajiban melakukan penghijauan setelah hutan diberdayakan. “Ada HKM, HTR, HTI, hutan adat, semua mengantongi izin mengelola hutan,” katanya.
Fakta lainnya lanjut Samsudin, sering kali upaya penghijauan pihaknya harus berhadap-hadapan dengan rakyat. Di satu sisi pihaknya ingin menyelamatkan hutan dan alam.
Tetapi disisi rakyat, kebutuhan ekonomi telah mendorong mereka untuk bertindak berlawanan. “Tanaman kami disemprot dengan racun tanaman karena mereka ingin menanam tanaman musiman itu,” sesalnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD NTB Bidang Perekonomian, H Ridwan Hidayat khawatir NTB diintai banyak bencana ke depan. Bila hutan tidak segera dikonservasi. “Kerusakan hutan kita sudah parah,” katanya.
Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah titik di NTB, kemarin menurutnya alarm yang sedang berbunyi. Kondisi NTB sedang gawat karena kerusakan lingkungannya. “Kita harus lebih serius lagi dan koperehensif dalam menangani persoalan hutan,” tegasnya. (jho)