ilustrasi

LOBAR-Kasus dugaan penyediaan layanan penari telanjang di Kafe Metzo Club terus bergulir. Pihak Polda NTB berencana akan menelusuri adanya dugaan setoran pajak tarian itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan kepolisian akan meminta keterangan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lobar. Mengingat penarikan pajak hotel dan karoke di kawasan Senggigi menjadi wewenangnya.

Pihak Bapenda Lobar nampaknya siap memberikan keterangan jika diminta. Diakui Kabid Penangihan Bapenda Lobar, M Fikri, terdapat dua objek pajak yang dikenakan untuk Metzo. Yaitu Pajak hiburan dan restoran.

“Dan itu ada datanya di kami,” ungkapnya saat dikonfirmasi di kantornya, kemarin.

Dia menjelaskan kedua pajak itu bersifat assessment. Artinya wajib pajak yang menyetor dan menghitung jumlah pajaknya. Bapenda hanya berwenang untuk menguji terhadap jumlah pajak yang disetorkan oleh wajib pajak.

“Bukan kami yang menentukan atau menentukan jumlah objek yang setorkan,” jelasnya.

Pihaknya tidak mengetahui secara spesifik terdiri dari apa saja pajak hiburan yang digelar oleh bersangkutan. Yang ada pembayaran pajak hiburan untuk tempat karoke yang beroprasi. Itu pun kategori karoke untuk penyewaan room dan patner song. Sedangkan Kalau untuk makanan dan minuman masuk dalam objek pajak restoran.

“Itu saja yang kita pungut. Memang benar mereka menjual jasa patner song, bukan yang gitu-gitu (penari bugil). Kami juga kaget, karena selama kami turun (mengecek) tidak pernah menemukan seperti itu,” jelasnya.

Menurutnya Patner Song itu bukan hanya di tempat club itu saja. Namun juga hampir di seluruh tempat hiburan di kawasan Senggigi yang menyediakannya.

Sejauh ini diakuinya belum ada surat permintaan keterangan dari pihak kepolisian atas kasus tersebut.

“Belum ada sampai sekarang,” ujarnya.

Saat ditanyakan berapa jumlah pajak yang disetorkan setiap tahunnya. Fikri engan memberitahukan, karena sesuai regulasi itu menyangkut kerahasiaan wajib pajak. Namun pihaknya akan siap menyampaikan itu ketika dibutuhkan untuk penyelidikan kepolisian.

“Kalau menyangkut penyelidikan baru kami berani kasih,” ujarnya.

Meski demikian ia mengaku jika memang setoran pajak Metzo mengalami penurunan pasca bencana gempa 2018 lalu. Bahkan dari pengujian assessment yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya, pihak Metzo masih memiliki tungakan piutang pajak sekitar puluhan juta.

“Sebelum kejadian ini, kami sudah panggil bosnya terkait utang pajak. Belum ada kasus ini pas pemanggilan itu,” pungkasnya.

Kasus pengungkapan penari bugil itu cukup menjadi perhatian NTB, khususnya Lobar. Lantaran lokasi pengungkapan itu berada diwilayah Lobar. Bahkan kalangan DPRD NTB sangat menyoroti praktek tersebut. Tidak hanya itu dewan udayana bahkan mendorong Pemkab Lobar agar membekukan izin dari Metzo. Tidak sedikit juga yang meminta agar pengusutan kasus itu tidak sebatas penyedia layanannya saja. Namun juga pemesan dari layanan tarian bugil itu. Lantaran ada dugaan jika itu merupakan jebakan untuk merusak nama baik club ternama itu.

Terlepas dari itu, DPRD Lobar tidak ingin ikut berpolemik dengan dugaan jebakan atau apapun itu. Pihak Dewan Giri Menang hanya menyoroti kasus yang membuat pariwisata Senggigi tercoreng oleh praktek seperti itu.

“Lepas dari jebakan atau apapun itu, faktanya kondisi itu ada. Dan ini yang makin mencoreng wajah pariwisata kita di Senggigi,” sesal Ketua DPRD Lobar, Hj Nurhidayah yang disampaikan melalui Whataap.

Politisi Gerindra itu sudah sering kali mempertanyakan kepada pemerintah, mau diapakan Senggigi saat ini. Apakah mengembalikan image Senggigi sebagai lokasi wisata dengan tempat penginapan yang asik. Atau justru membiarkan kondisi seperti ini, yang terus dianggap orang tempat hiburan yang menyajikan esek-esek. Wanita asal Gunungsari itu bahkan meminta Pemkab Lobar untuk berhenti mengelurkan ijin untuk tempat hiburan.

“Harusnya Pemda hentikan sudah keluarkan ijin untuk karaoke itu. Makin menjamur dan tidak jelas,” tegasnya.

Sebab selama ini, Dewan juga mempertanyakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pejak sektor hiburan itu yang tidak terlalu besar. Bahkan kini tempat hiburan itu meminta pajaknya diturunkan.

“Itu yang aneh, coba liat depan Bintang Senggigi itu, warung karaoke kumuh-kumuh,” imbuhnya.

Ia sendiri setuju dengan pernyataan Camat Batulayar yang minta agar ada langkah tegas dengan penutupan. Biar ada efek jera bagi tempat hiburan atau penginapan yang menyediakan esek-esek.

“Setuju.. kan kalau memang mereka menyalahi ijin yang di berikan, berarti Pemda punya kewenangan untuk menutup ijin usahanya,” tegasnya.

Selain itu, ia meminta agar tidak lagi mengeluarkan ijin untuk tempat karoke baru. Disamping itu menertipkan tempat karaoke kumuh yang diduga tempat berbuat tidak semestinya.

“Saya lebih setuju begitu, yang sudah ada ya biarkan, tapi jangan ada lagi ijin untuk yang baru.

Yang kumuh-kumuh itu tertibkan, jangan perpanjang lagi. Ini kawasan pariwisata lho, bukan lokalisasi,” pungkasnya.(win)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 211

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version