Gunung Rinjani Lombok, NTB.

MATARAM – Informasi kurang baik bagi para pendaki. Pasalnya, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) hingga saat ini masih belum membuka pendakian ke Gunung Rinjani di tengah pandemi Covid-19.

 Kepala Balai TNGR NTB, Dedy Asriady mengatakan, saat ini sejumlah persiapan tengah dilakukannya dimana terkait kesiapan destinasi terdiri dari pertama jalur wisata pendakian yaitu daerah Sembalun, Senaru, Aik Berik, Timbanuh, Torean dan Propok sudah selesai dilakukan perbaikan sejak akhir Maret lalu.

“Perbaikan jalur wisata pendakian itu karena rusak waktu gempa,” ungkap Dedy.

Berikutnya, non pendakian seperti Joben, Kembang Kuning, Sebau dan lainnya justru sudah siap dikunjungi, namun sampai saat ini belum dapat disampaikan secara resmi.

“SOP pendakian dan non pendakian sedang dalam finalisasi dan akan di bahas bersama stakeholder di minggu kedua dan ketiga Juni ini,” beber Dedy.

Katanya, hal yang tidak kalah penting sebagai persiapan sebelum dibuka pendakian, yakni melakukan koordinasi persiapan dengan Pemprov NTB dan Pemda Lotim, Loteng dan KLU dan tim gugus covid daerah. Namun, ditargetkanny harus selesai akhir bulan Juni ini.

“Kalau semua kelar, kami akan laporkan ke KLHK pusat  untuk mendapatkan izin pembukaan,” jelasnya.

Dedy menegaskan, kebijakan membuka atau menutup tentunya harus mendapatkan persetujuan dari pusat. Untuk itu, jik semua telah diselesaikan baru akan melaporkan ke Pusat.

Sementara itu, Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) menyiapkan protokol pendakian gunung jika diselenggarakan pada masa COVID-19. Pandemi COVID-19 dengan penularan yang begitu cepat, tentu berimbas juga pada aktivitas mendaki gunung.

“Menyikapi kondisi ini pendaki gunung dan pengelola kawasan pendakian harus ekstra hati-hati dalam hal memastikan aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan terkait aktivitas mendaki gunungnya,” kata Ketua Harian Pengurus Besar (PB) FMI, Rahmat Abas.

Sementara, di tengah, menggaungkan ‘New Normal’ atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang semakin menggema, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Khususnya, jika sewaktu-waktu aktivitas pendakian gunung diselenggarakan pada saat tersebut.

Menurut Abas, berkenaan pandemi COVID-19, kalau mau diambil hikmahnya, sebenarnya adalah momentum yang tepat bagi pendaki gunung untuk sejenak memikirkan dan merenung secara jernih terkait aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan kegiatan mendaki gunung.

“Keterbatasan dalam aktivitas mendaki gunung pada saat ini,” kata Abas.

Sebagai pendaki gunung, tentu tetap ingin mendaki. Namun, di sisi lain, pengelola kawasan, tentunya juga ingin terjamin kesehatan, keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan kegiatan pendakian gunung.

Pria asal Kota Bogor, Jawa Barat itu menambahkan, kedua sisi ini harus dapat dipertemukan untuk mencapai win-win solution. Solusi yang efektif, tentu adalah adanya suatu panduan atau protokol mendaki gunung yang sehat (bersih), aman dan menjamin keselamatan seluruh pihak terkait.

Dengan kata lain, bahwa sangat penting adanya panduan atau protokol yang bersifat ‘khusus’, yang mengatur aktivitas mendaki gunung di masa pandemi COVID-19. Di mana nantinya, protokol tersebut, dapat dijadikan acuan bagi pendaki gunung, pengelola kawasan maupun stakeholder lain yang terkait dengan aktivitas mendaki gunung, seperti, masyarakat sekitar gunung, gugus tugas COVID-19, BASARNAS – terkait pertolongan dan pencarian jika ada kasus pendaki hilang dan lain-lain.

Untuk itu, FMI selaku organisasi masyarakat yang mewadahi pendaki gunung, memiliki kewajiban dan tanggungjawab moral untuk menjamin kesehatan, keselamatan, dan keamanan pendaki gunung, pengelola kawasan dan pihak terkait lainnya. Dengan cara merumuskan ‘Panduan Protokol Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Penyelenggaraan Pendakian Gunung ‘New Normal’ pada masa pandemi COVID-19’.

“Selanjutnya, dengan sudut pandang serupa, penyusunan protokol juga merupakan elaborasi dan adaptasi dari SNI 8748:2019 tentang Pengelolaan Pendakian Gunung yang mengadaptasi SNI pada saat kondisi pandemi COVID-19,” kata Abas.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, FMI dapat berfungsi sebagai mitra pengelola. Misalnya, di Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau kawasan konservasi lainnya, dalam kegiatan sosialisasi kepada pendaki gunung maupun dalam pengawasan dan evaluasi protokol tersebut FMI berharap, agar pendaki gunung dan pengelola serta pihak terkait dapat mematuhi dan melaksanakan ‘Protokol Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Pendakian Gunung di Masa Pandemi COVID-19’, agar dapat mengendalikan dan mengurangi risiko penyebaran COVID-19 pada aktivitas mendaki gunung serta mencegah timbulnya gelombang baru.(jho)

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *