IST/RADAR MANDALIKA KONGRES: Kegiatan kongres anak yang dilaksanakan di aula bupati, beberapa waktu lalu.

KLU- Pernikahan usia anak di Lombok Utara menjadi sorotan. Pasalnya, dari angka yang tercatat di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lombok Utara angka kasus masih cukup tinggi.

Terhadap persoalan ini Dinas terkait pun memberikan atensi dengan menyusun kebijakan dan strategi guna menekan kasus pernikahan usia anak di wilayah Dayan gunung tersebut.

Sekretaris Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lombok Utara, Wardoyo menyebutkan, pernikahan usia anak di Lombok Utara memang mengalami penurunan. Namun secara angka masih perlu diturunkan karena pernikahan usia anak dianggap masih tinggi.

Pada tahun 2020 kasus pernikahan anak di Lombok Utara itu ada 62 kasus. Terbanyak itu ada di Kecamatan Bayan sebanyak 24 kasus, kemudian disusul Kecamatan Kayangan 14 kasus, Kecamatan Tanjung 14 kasus, Kecamatan Gangga 9 kasus dan Kecamatan Pemenang 1 kasus.

“Dari jumlah tersebut berhasil dipisah ada 31 kasus,” ujarnya.

Pada tahun 2021 kasus pernikahan anak masih menempati angka yang sama yaitu 62 kasus. Kecamatan Bayan masih menempati posisi teratas dari sebanyak 25 kasus, kemudian disusul Kecamatan Tanjung sebanyak 14 kasus, Kecamatan Gangga 11 kasus dan Kecamatan Kayangan 8 kasus.
Dari jumlah tersebut berhasil dipisah sebanyak 29 Kasus.

Nah pada tahun 2022 ini ada 15 kasus pernikahan anak.

Rinciannya yaitu di Kecamatan Bayan ada 6 kasus, Kecamatan Kayangan 3 kasus, Kecamatan Tanjung 3 kasus, Kecamatan Pemenang 2 kasus, dan di Kecamatan Gangga 1 kasus.

“Dari 15 tersebut berhasil dipisah sebanyak 5 kasus,” tuturnya.

Masih tingginya angka pernikahan anak sebut Wardoyo terjadinya itu seringkali dilatarbelakangi masalah ekonomi dan beberapa diantaranya faktor lain.

Pihaknya sendiri telah melakukan kerja sama lintas sektor guna menekan pernikahan usia anak. Dalam beberapa tahun terakhir terus digencarkan sosilisasi dampak buruk pernikahan usia anak.

“Kita gencarkan sosialisasi terutama di lingkungan sekolah,” bebernya.

Terkait apa dampak buruknya pernikahan anak, Wardoyo membeberkan bahwa dampak buruknya yaitu resiko terjadi kematian ibu melahirkan, kemudian anak yang dilahirkan prematur atau stunting disamping itu dengan usia pernikahan yang masih belum matang kerap berujung pada perceraian.

“Selain itu, juga pernikahan anak rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga, tidak tercatat kalau dia tidak mengajukan dispensasi dari Pengadilan, dia tidak mendapatkan hak sipil, rentan terjadi perceraian dan masalah ekonomi lainnya,” bebernya. (dhe)

 

By Radar Mandalika

Mata Dunia | Radar Mandalika Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *