MATARAM – Industrialisasi menjadi program unggulan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Zulkiflimansyah dan Sitti Rohmi Djalillah dalam memimpin NTB sejak 2018 lalu. Beberapa perwujudan industrialisasi yang telah berhasil dan nyata di antaranya, kehadiran Pabrik Pengolahan Limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) yang bertempat di Dusun Koal, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Pabrik limbah tersebut juga merupakan representasi perwujudan program unggulan lain Bang Zul dan Ummi Rohmi yaitu Zero Waste (NTB Bebas Sampah).
Kehadiran pabrik limbah medis B3 itu, merupakan impian masyarakat NTB puluhan tahun. Pabrik tersebut diresmikan langsung duo doktor itu yang dihadiri langsung Dikatakan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PLB3), Rosa Vivien Ratnawati, Senin (13/09) kemarin.
Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalillah menargetkan limbah sebanyak 7,2 ton sehari bisa diolah ditempat itu setelah seluruh fasilitas pendukung terpenuhi semuanya yang menginginkan nantinya limbah medis se-NTB bisa diolah di sini.
Namun Wagub mengakui bahwa terdapat beberapa kendala yang harus segera diselesaikan.”Kendalanya ketersediaan listrik, air, bahan bakar, sinyal komunikasi dan akses jalan yang akan diperbaiki,” sebut Wagub.
Wagub mengatakan, pabrik pengolah limbah medis Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) adalah impian dalam mewujudkan NTB Asri dan Lestari. NTB termasuk memulai lebih awal untuk pengolahan limbah medis. “Tanggungjawab kita adalah memastikan maintenance operasional dan manajemen pasokan limbah medis,” ujar Ummi Rohmi.
Wagub yang juga Rektor Universitas Hamzanwadi Lombok Timur ini lebih jauh mengungkapkan, program NTB Asri dan Lestari dan NTB Hijau berbasis gerakan agar hidup bersih dan pengelolaan sampah dan limbah menjadi kesadaran kolektif masyarakat dalam indeks kualitas lingkungan hidup. Di hilir, pemerintah provinsi juga telah banyak menyiapkan strategi pengolahan dan pengurangan sampah seperti pabrik bahan bakar berteknologi pyrolisis, pabrik plastik brick dan lain lain yang berbasis industri.
Sementara itu Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan selama ini sebagian besar limbah medis NTB diekspor ke Jawa dan menggunakan jasa pemusnah limbah medis disana.
“Pabrik ini sudah punya izin dan bisa menerima limbah medis. Kementerian juga sudah menyiapkan anggaran khusus untuk operasional pengumpulan limbah selain bantuan tiga kendaraan operasional,” jelasnya.
Saat ini, kemampuan incinerator dapat mengolah limbah medis sebanyak 300 kg/jam dan beroperasi selama 24 jam ditambah lagi fasilitas pendingin (cold storage) yang dapat menyimpan limbah selama 90 hari sebelum diolahmusnahkan. Pabrik pengolah limbah medis ini juga berdampak signifikan dalam rangka penanganan pandemi.
“Selama pandemi saja, jumlah limbah medis Covid se NTB sebesar 295 kilogram perhari. Semoga dengan hadirnya pabrik pengolah B3 semua limbah medis bisa diolah disini,” ujar Vivien.
Untuk itu, dia berharap pemerintah provinsi dapat berkoordinasi dengan baik terkait limbah Covid 19 di pelayanan kesehatan dengan kabupaten/ kota agar penularan melalui limbah dapat dicegah.
Sementara itu, wujud lain dari industrialisasi pertanian iialah program mahadesa dan NTB Mall. Meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan teknologi merupakan komitmen pemerintah Provinsi NTB. Komitmen itu telah diperkuat melalui program industrialisasi dengan menyediakan sistem infrastruktur digital ekonomi yaitu aplikasi NTB Mall dan Mahadesa.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah menjelaskan, program MAHADESA merupakan infrastruktur ekonomi digital managemen perdagangan dan distribusi produk-produk UMKM NTB yang diakomodir oleh BUMDes di NTB sebagai ujung tombaknya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sedangkan Aplikasi NTB Mall berperan sebagai sistem yang mempromosikan produk-produk UMKM NTB hingga pasar nasional maupun global sekaligus meningkatkan kualitas dan legalitas produk-produk sesuai standar.
“Sehingga industrialisasi pertanian tidak lagi wacana tapi sudah dibuktikan oleh UMKM/IKM masyarakat NTB. Jadi masyarakat tidak lagi menjual hasil pertanian dalam keadaan mentah atau mengirim bahan baku ke luar daerah tapi diolah agar memiliki nilai tambah bagi peningkatan ekonomi,” ungkap gubernur.
Menurut Bang Zul, masyarakat NTB mampu menciptakan berbagai produk yang berkualitas baik dari hasil pertanian, maupun motor listrik dan lain sebagainya. Untuk itu, Program Mahadesa dan NTB Mall tidak terlepas dari intervensi dan bantuan dari Bank Indonesia agar UMKM masyarakat semakin berkembangan dan mensejahterakan.(adv/jho)