Mengkritk pemerintah dengan halus, sopan dan santun dengan aksi nyata melalui gerakan sosial. Galang dana, santunan, donasi, mendampingi masyarakat berkebutuhan khusus, mengobati sakit yang tidak mampu, hingga membelikan tanah dan membuat rumah.
KHOTIM – LOMBOK TENGAH
TULUS Angen Comunnity (TAC) merupakan lembaga sosial yang hanya spontan dibuat dalam rangka melakukan kegiatan sosial. Tanpa adanya ketua, sekertaris dan bendahara. TAC bermodalkan kepercayaan dan bergandengan tangan satu sama lain murni berbuat atau membantu untuk kepentingan masyarakat.
“TAC ini mulai sejak tahun 2018 saat gempa Lombok, terus berkembang, banyak yang ingin ikut terlibat, mencari dana donasi dengan ngamen dijalan, ngamen ke BTN dan akhirnya bergerak hari ini bisa terus membantu,” ungkap Johan alias Amak Ohan pentolan TAC.
Gerakan lanjutan yang dibuat usai gempa itu, membuat taman baca di alun-alun Tastura dengan bermodalkan lima buku dan beberapa meja belajar disiapkan. Sasaran hanya anak-anak dan orang tua yang sedang terapi di batu yang dibuat di alun-alun tersebut. Dengan cara diberikan pensil warna dan baca buku.
“Dimana kita banyak dapat buku bacaan usai donasi buku baca ditempat,” ujarnya.
Kemudian, selanjutnya gerakan 1000 Alquran dan Iqro’ untuk gumi Sasak telah sukses digelar. Selanjutnya saat ini sedang inisiasi satu juta Iqro’ dan Alquran. Ini bahkan dilakukan sampai ke Sekotong ke Pulau Maringkik.
“Inisiasi besar ini, kepedulian dan edukasi, terpupuk dalam diri kita.
Rasa solidaritas kita terkikis. Indonesia dengan gotong royong sekarang sudah masing-masing. Kami mengajak sosialis dan ke gotong royongan. Makanya kita upload setiap kegiatan,” ulasnya.
“Kami apalah daya dan bukan apa-apa, yang hebat menurut kami adalah donatur kita,” sambungnya.
Ia berharap inisiasi besar ini dapat tertular ke daerah lain. “Bahkan sudah dimulai Alhamdulillah di kampung-kampung. Semoga ada TAC lainnya,” harapnya.
“Hidup ini hanya soal kebermanfaatan. Semoga kami hidup ini ada manfaatnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Amak Ketujur yang merupakan tim TAC juga menyatakan, lebih memprioritaskan membantu ke wilayah pelosok. Bahkan sempat diberikan tanah di Selemang, Desa Rembitan. Namun, itupun dihajatkan untuk membuat TPQ.
Diterangkan, kebiasaan dari komunitas ini yang wajib yakni santunan yatim dan lansia setiap hari. Ketika ada stok logistik maka tim TAC ini tetap menyalurkan bantuan kapanpun.
Adapun gerakan membangun rumah warga yang membutuhkan dimulai tahun 2021. Yang telah dibangun, ujar dia, ada sekitar 27 rumah yang sudah dibangun dari nol. Banyak juga rumah yang direhab. Dengan menggandeng TNI, Polri, Kejaksaan dan semua pihak. Dimana, TAC selalu terbuka dengan semua pihak untuk ikut membantu.
Bukan hanya itu, sempat juga membelikan tanah bagi masyarakat yang memang kondisinya membutuhkan. Dimana, bantuan yang diberikan berdasarkan kondisi kebutuhan yang paling penting. Terlebih dengan kondisi yatim piatu, ataupun jompo yang tidak ada keluarga yang mengurusnya. Seperti Visioterapi, untuk anak berkebutuhan khusus se-Lombok juga dilaksanakan, dan ini hanya ada di Loteng secara gratis.
Adapun kondisi yang sangat sakit dirasakan yakni saat mendampingi pasien tidak punya apa-apa (uang,red). Tidak mampu secara ekonomi. Seperti halnya yang telah dilakukan, TAC mendampingi warga atau pasien saat ke Denpasar dan Surabaya. Hanya dengan modal seadanya.
“Kita sempat berempat ke Surabaya mengantar pasien yang dirawat hampir setahun hingga ayahnya sakit yang menunggunya, Sepeserpun tidak ada uang, akhirnya ngamen dijalan, mengingat waktu itu sampai di sana kami mikir, apa kami akan pakai pulang. Terlebih waktu itu zaman Covid-19 harus PCR. Sampai kami harus bermalam di bandara. Ini paling sakit saat ke luar daerah,” ceritanya.
Dalam membantu masyarakat, tidak makan pun dikatakannya itu sudah hal biasa. Hanya bermodalkan bensin. Jalan terus. Mau kondisi hujan, tidur di pinggir jalan pun lumrah dilakukan oleh para pentolan TAC ini.
“Istri kami Alhamdulillah mendukung, tidak ada kendala, kami tipe pria setia mau bergaya pun seperti orang-orang juga gak bisa,” ucapnya.
Adapun hal yang paling senang dirasakan oleh tim TAC, yakni saat mendampingi pasien pulang dengan kondisi sehat, memberikan bantuan sembako bagi yang membutuhkan, membuatkan rumah bagi yang tidak mampu.
Saat mereka bahagia dan tersenyum, itulah hal yang dirasakan TAC ikut bahagia tiada tara. Bahkan tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
“Saat kami membantu dan yang dibantu bahagia dan senang, maka kami lebih bahagia dan senang dari pada mereka,” katanya. (*)