PRAYA – Santri dan guru Ponpes Nurussabah Batunyala, Kecamatan Praya Tengah mengalami keracunan. Keracunan diduga karena asap pabrik bata ringan yang berlokasi tidak jauh dari ponpes.
Pimpinan Ponpes, Ustaz Asmui mengatakan, santri dan guru mengalami pusing dan mual-mual pada saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Pusing dan mual itu disebabkan karena tidak tahan dengan bau asap begitu menyengat dari pabrik pembuatan bata ringan PT Lombok Mulia Jaya yang keberadaannya tidak jauh dari ponpes.
Bahkan bau tidak sedap itu tercium dari gerbang masuk ponpes.
“Ini sudah kedua kalinya dulu pas Desember juga pernah terjadi tapi baunya hanya sementara. Dibandingkan sekarang baunya lebih menyengat dan lama sehingga membuat beberapa santri kami tidak bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dan harus dipulangkan,” tuturnya.
Atas kejadian ini, kegiatan belajar mengajar sempat terhenti, semua santri yang di lantai dua turun karena tidak tahan dengan bau asap yang berasal dari pabrik. Pihak ponpes pun langsung mengambil sikap dengan menelepon Polsek setempat untuk ditangani. Setelah polsek turun ke lokasi (pabrik) baru secara perlahan bau tidak sedap itu mulai berkurang. Sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa.
“Sudah berapa kali saya ingatkan PT supaya ada solusi, karena kasian anak-anak sering pusing, apalagi di sini banyak anak TK jika tiap hari seperti ini, dapat mengganggu kesehatan mereka,” terangnya.
Begitu juga dengan warga sekitar juga mengeluh, karena limbah asap pabrik yang hitam pekat tentu sangat mengganggu pernapasan dan kesehatan.
“Jam lima subuh, pabrik sudah mulai berproduksi, jadi pagi sampai siang kadang baun asapnya masih tercium,” bebernya.
Dampak dari limbah asap pabrik ini, membuat pihaknya memutuskan diri untuk tidak memperpanjang kontrak, karena ini demi kemaslahatan bersama.
Diketahui PT Lombok Mulia Jaya yang memproduksi bahan material bangunan berkualitas dengan merk dagang Leecon berlokasi kurang lebih 200 meter dari ponpes, berdiri di tanah pondok pesantren. Awal mulai banyak penolakan dari warga terkait keberadaan pabrik namun kontrak sudah ditandatangani oleh pimpinan ponpes sebelumnya.
“Luas lahan yang ditempatkan 6 hektare lebih dengan kontrak 15 tahun, masa kontrak tinggal 9 tahun, itu masih lama. Jadi kita minta pihak perusahaan terkait masalah ini ada solusi, supaya santri dan warga tidak terganggu,” cetusnya.
Rencana jangka panjang, setelah kontrak habis Ia akan segera mungkin membangun asrama di tempat tersebut. “Ya saya berharap sebelum kontrak habis jika ada masalah dengan pabrik segera diperbaiki karena asapnya sangat mengganggu sekali, ” harapnya.
Sementara Kapolsek Praya Tengah, IPTU Agus Priyatno setelah menerima panggilan dari pihak ponpes langsung terjun ke lokasi (Pabrik) memantau aktivitas di pabrik.
“Saya sudah ke pabrik, pihak pabrik sudah berusaha mengurangi bau dengan memberikan pengharum. Apabila masih ada bau menyengat saya minta produksi untuk dihentikan sementara dan jika ada kebocoran harus segera diperbaiki. Alhamdulillah setelah diberikan pengharum bau menyengat berkurang,” ucapnya.
Sementara Kepala Desa Batunyala, H Zainudin menegaskan jika dirasa perlu pihak ponpes untuk segera membuat surat pengaduan ke desa. Supaya masalah ini dapat disampaikan ke dinas terkait untuk dicarikan solusinya.
“Itu kan sudah ada kontrak sewa lahan dengan pihak yayasan, jadi desa tidak bisa berbuat banyak atau sampai menutup. Tapi jika dirasa perlu silakan pihak ponpes membuat surat pengaduan ke desa nanti kami yang akan menyuarakan ke Dinas Lingkungan Hidup. Supaya masalah ini, PT memikirkan bagaimana mana solusinya entah cerobong asap ditinggikan atau ada solusi lain,” ucapnya.
Sementara itu, perwakilan Leecon, Darminto mengatakan, ini merupakan kejadian yang pertama kali terjadi karena sedikit masalah di pabrik bagian produksi. Tapi langsung diatasi dengan memberikan filter pengharum agar uap yang dihasilkan pabrik tidak menyengat.
“Yang boleh mengatakan keracunan atau tidak itu adalah pihak medis dan sejauh ini tidak ada laporan yang kami terima. Mendengar keluhan warga kami langsung beraksi, minta bagian produksi untuk mengatasinya dan alhamdulillah itu teratasi,” ujarnya.
Dari pengakuannya ini yang ekstrem terjadi sehingga pihaknya langsung mencari tahu letak masalahnya. Dalam sehari perusahaan mampu memproduksi 150 kubik bata ringan, proses pengolahan dari sore hari sampai pagi.
“Sejauh ini memang tidak ada kerusakan, untuk masalah ini cukup mengganti material filter saja,” tuturnya.
Dari pengakuannya, untuk bahan bakar produksi bata ringan ini menggunakan cakang kemiri dan batok kelapa, tidak menggunakan batu bara sehingga asap yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. “Saya upayakan supaya tidak ada permasalahan dengan baunya itu, dengan tetap meminta bagian produksinya untuk tetap memperhatikan kondisi filter pabrik,” pungkasnya. (hza)