REUNI alumni SMPN Darek, Praya Barat Daya, kembali dilanjutkan. Kalau temu kangen perdana di Bendungan Batujai, reuni kedua di rumah salah satu alumi di Batu Jangkih.
Reuni ketiga (Minggu, 25 Februari 2024), para peserta reuni jatuh hati ke Pantai Loang Baloq atau kalau dibahasa Indonesiakan menjadi Lubang Buaya, bukan Lubang Buaya tempat penyiksaan pahlawan nasional. Salah satu obyek wisata religi termasyhur di Mataram dan akrab di telinga masyarakat lokal dan turis mancanegara.
Apa agenda reuni? Tidak ada yang utama. Kecuali ngakak-ngakak, berbincang bincang tentang siapa masing masing setelah puluhan tahun tak bersua. Juga berbagi pengalaman hidup dan cerita kehidupan sampai bisa eksis sampai saat ini. Ada ragam profesi yang digeluti, ada ASN, ada usahawan, ada juga yang bekerja di BUMN.
“Tak penting soal pekerjaan, yang penting kita bisa ketemu. Alhamdulillah, kita masih sehat walau semua sudah memutih,” kata Ketua Alumi SMPN Darek, Abdul Malik.
Ada banyak cerita dan pengalaman yang kita bisa ambil hikmah nya dari para Alumi. Syukri, misalnya setelah malang melintang menjadi pekerja di Ibu Kota, warga Kediri ini kembali ke kampung.
“Saya memilih buka lesehan di Kediri. Kapan saja teman teman bisa mampir cicipi menu lesehan saya, ” kata Oket, panggilan akrab putra asli Gerunung, Desa Ranggagata itu. Lain lagi cerita menarik dari Salimah, Baiq Erawati, Baiq Suhartini. Mereka punya kisah masing masing yang berasa melankolis. Pak Guru Rais, salah satu alumni juga mengocok perut dengan cerita cerita khas khasnya.
“Kalau tidak salah, hanya saya yang tidak lagi berhenti minum ASI di sini,” celetuk sang duda yang guru olahraga itu yang mengundang tawa semua peserta reuni.
Tidak hanya itu. Ada satu cerita lucu dari ketua reuni. Cerita berasal dari kampungnya. Konon, ada salah satu warga sebut saja Paman, berhasrat ingin adu nasib ke Malaysia. Dia ingin hidupnya seperti warga yang lain, bisa bangun rumah dan hidup lebih baik setelah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Isteri Paman setuju suaminya mengadu nasib ke Malaysia.
Maka sebelum berangkat pasutri itu, sambil rebahan merancang penggunaan ringgit yang nanti akan dikirim dari Malaysia. Kiriman ringgit pertama untuk bayar Ongkos ke Malaysia, sepakat. Kiriman kedua dibagi bagi ke keluarga yang telah berjasa, sehingga Paman berangkat dan bisa kirim pulang Ringgit.
“Kiriman ketiga mau pakai apa?” tanya Paman kepada isterinya. “Beli kalung, emas,” ceteluk isteri. “Baik, tiga kiriman ringgit sudah habis. Terus kiriman yang ke empat, mau dipakai untuk apa? ” tanya Paman kepada isterinya. “Saya akan ajak anak dan keluarga ke mall, ” kata isterinya enteng.
Jawaban terakhir membuat Paman naik darah. “Kamu pemboros, masak empat kali kiriman dihabiskan semua. Mana bisa bangun rumah,” kata Paman. Tak pelak, terjadilah pertengkaran hebat sang pasutri itu, yang membuat tetangga geleng geleng. Apa penyebab perkelahian?
“Semua uang Ringgit kiriman suaminya dihabiskan, isterinya boros, ” celoteh tetangga. “Paman belum ke Malaysia, kata terangga lain heran. Ada ada saja, ” kata tetangga yang lain dengan nada kesal.
Tidak hanya cerita lucu, ada juga cerita menarik yang terjadi di lokasi reuni. Tak hanya pengamen yang suaranya pales, juga polah tukang doa setelah diberi sedakah.
Do’anya pun pas, minta kepada Tuhan agar para alumni agar dientengkan jodohnya, yang diaminkan para peserta reuni yang kebetulan sedang sendiri. (has)