DOK PRIBADI FOR RADAR MANDALIKA Agus

MATARAM – Banyaknya oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemkab Lombok Tengah yang terbukti melakukan pelanggaran, mengundang banyak perhatian publik. Termasuk datang dari pengamat politik. Lebih memprihatinkan lagi, setelah lima oknum pejabat ASN secara terang-terangan menunjukkan pelanggaran netralitas sebagai ASN, dengan pose sembari salam empat jari.

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Agus mengatakan, dengan maraknya keterlibatan ASN dalam politik praktis, terjadi akibat beberapa faktor. Di antaranya, masih lemahnya regulasi berupa sanksi yang diberikan terhadap oknum ASN atau pelanggar, dan buruknya penataan fungsi dan wewenang struktural pejabat sekarang ini.

Agus menjelaskan, selama Pemilu maupun Pilkada dirinya melihat ASN selalu menjadi korban atau dikorbankan. Agus membenarkan bahwa selama ASN selalu menjadi bidak dari kepentingan kekuasaan dalam agenda politik kelompok tertentu.

Agus menerangkan, dalam sejarahnya ASN administrasi publik yang dikenal sebagai birokrasi sejak zaman kerajaan hingga sekarang memang berfungsi untuk melayani penguasa. Pada zaman kerajaan adalah melayani raja, pada era modern melayani pejabat politik. Maka selama kepala daerah menjadi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) jangan banyak berharap ASN itu netral dari politik. “Seharusnya di tengah keterbatasan yang dibicarakan adalah inovasi, bukan keluhan karena negara sudah menganggarkan baik melalui APBN maupun APBD, jika negara sudah mengganggarkan lantas lembaga tersebut lemah saya kira negara mengalami kerugian,” sebutnya saat dimintai tanggapan oleh Radar Mandalika, Selasa, (13/10) kemarin.

Agus juga sejak lama mengusulkan pergantian PPK dari kepala daerah ke Sekda, agar tak ada jeratan kepentingan yang datang dari diluar unsur kepegawaian.  Dia  menekankan, untuk seleksi Sekda nantinya juga harus direformasi dan filter dari politik lokal.

 “Pilkada juga seharusnya di atur syarat ASN yang jadi calon minimal tiga sampai empat tahun sejak pensiun, sehingga tidak terjadi seperti saat ini,” katanya.

Menurut mantan Komisioner KPU NTB ini, birokrasi atau administrator publik itu hanya wajib berpihak pada kesejahteraan masyarakat dengan melakukan pelayanan publik yang membantu kelompok marginal. Jadi tidak boleh dibiarkan ASN ini berpihak pada politisi.

Agus juga menyoroti kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menurut dia tidak pernah fokus pada paslon yang melibatkan ASN.“Seharusnya yang dikejar oleh Bawaslu adalah paslon yang melibatkan ASN, sehingga ASN tidak selalu dalam posisi dikorbankan,” sentilnya.

Agus saat ini melihat, Bawaslu sangat miskin tindakan pencegahan potensi pelanggaran terhadap semua aktor yang dilarang terlibat dalam kampanye, atau proses pemenangan paslon.

Menurutnya, peran yang paling penting dan diharapkan dari Bawaslu adalah pencegahan potensi pelanggaran. “Jadi bukan hanya penindakan, karena Bawaslu itu bukan hakim. Dalam undang-undang, Bawaslu sendiri  masih satu kesatuan fungsi dengan KPU dan DKPP sebagai penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu Bawaslu tidak diberikan hak untuk memberi,” pungkasnya. (buy)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 193

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *