DOK/RADARMANDALIKA.ID Warga saat terlibat bersitegang di perbatasan Lobar-Loteng, November 2020.

MATARAM – Polemik tapal batas di kawasan Nambung antara Pemkab Lombok Tengah dan Lombok Barat kian meruncing.
Dua daerah bertetangga ini tidak bisa bertemu membuat kesepakatan kendati telah difasilitasi oleh Pemprov NTB. Lobar mempersilakan Loteng untuk menempuh jalur hukum mengingat Pemkab Lobar ada dasar atas keputusan Permendagri nomor 93 tahun 2017 yang mana menyebutkan Nambung masuk dalam kawasan Lobar. Sementara Loteng sendiri masih berharap jalur mediasi namun jika itu tidak bisa kembali terjadi maka langkah hukum akan ditempuhnya.
“Tapi memang biar difasilitasi juga mereka sulit ketemu itu. Keputusan akhirnya sepakat untuk tidak sepakat,” ungkap Kabag Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda NTB, Harun saat dikonfirmasi.

Sejak bergulirnya polemik tapal batas itu, Pemprov selalu hadir supaya menemukan win win solution tetapi dengan sikap kedua belah pihak itu Pemprov akan membiarkan langkah yang ditempuh masing-masing.
“Biarkan saja mereka. Hanya gugata aja yang bisa menyelesaikan masalah Lobar Loteng ini,” yakin dia.

Dijelaskannya, mediasi pertama tidak menemukan titik temu. Bahkan Pemprov sendiri turun mendatangi masing-masing daerah. Hasilnya pun sama Lobar nyaman dengan Mendagri itu, Loteng masih ngotot tidak menerimanya karena ada beberapa titik pal batas yang menurutnya kurang tepat.

Pemprov pun melayangkan surat ke Mendagri yang mana isinya menjelaskan hasil laporan terkait tapal batas itu. Sebab, di NTB terdapat tiga daerah yang mempersoalkan tapal batas yaitu pertama Kota Bima dan Kabupaten Bima namun kedua daerah ini telah menemui kesepakatan. Berikutnya, antara Dompu dengan Bima yaitu di kawasan Keraku yang mana menurut Dompu berdasarkan RT/RW Keraku masuk sebagai kawasannya namun di Permendagri malah masuk sebagai kawasan Bima.
“Sedangkan Lobar Loteng kita infokan (diisi surat itu) udah dilakukan fasilitasi baik secara dipanggil maupun turun ke kabupaten, Lobar kami nyaman dan taat aturan. Loteng maunya kalau tidak mau ditempuh jalur mediasi dia mau menggugat. Ada juga surat Loteng ditembuskan ke Mendagri yang mau difasilitasi lagi,” bebernya.

Sayangnya, surat yang mau disampaikan ke Mendagri itu masih di meja gubernur. Hingga saat ini belum ditandatangani. Harun mengatakan jika nanti gubernur tidak mau menandatangani surat itu lalu mendisposisikan lagi itu artinya langkah mediasi kembali akan dilakukan Pemprov.
“Makanya tergantung pak gubernur,” sebutnya.
Harun mengatakan, tahun lalu Kemendagri mau turun menyelesaikan masalah tersebut namun terkendala covid-19. (jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 207

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *