FENDI/RADARMANDALIKA.ID GALAU: Beberapa petani sedang menanam padi di sawah, Kamis sore kemarin.

Masalah Setiap Tahun, Pemerintah Ngomong Ada Buktinya Kosong

Pupuk jadi kebutuhan wajib petani. Demikian juga di Lombok, NTB. Persoalan kelangkaan pupuk nyaris setiap tahun dirasakan petani. Lantas pemerintah di mana ?

FENDI-LOTIM

SEJAK lama mengeluhkan, namun baru sekarang terungkap ke permukaan setelah soal kelangkaan pupuk ini terekspose media.

Dalih pemerintah nyaris setiap tahun sama ketika pupuk limit. Sasaran pemerintah tentu petani. Pemerintah menyalahkan petani yang berlebihan menggunakan pupuk dalam bertanam. Khususnya tanaman padi. Belum lagi soal musim tanam yang dibatasi, namun petani disebut nekad memaksa melakukan penanaman dua kali setahun bagi wilayah tak ada air irigasi.

 Anehnya, nyaris setiap tahun lahan produksi pertanian menyusut. Demikian di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Namun tetap saja pemerintah menganggap petani boros menggunakan pupuk bersubsidi.

Dari catatan yang ada, wartawan Radarmandalika.id Group pun mencari tahu penyebabnya. Termasuk merekam komentar dari petani yang mayoritasnya pendidikan tidak selsai jenjang SMA/sederajat.

“Intinya kami butuh pupuk, kami semua tidak tahu bagaimana caranya,” ungkap Herlan, petani di Lombok Timur.

Herlan mengatakan, sebagai petani buta huruf. Dia tahunya ada uang dan bisa beli pupuk. Soal sulit atau langka ia tidak mengetahui penyebabnya. “Itu kan urusan bapak-bapak di atas,” ujarnya.

Katanya, sejak lama menjadi petani padi. Sudah beberapa tahun belakang ini memang pupuk bisa langka. Dulu pupuk tidak langka namun harga tinggi. “Kalau ada pak kades, atau pak kadus kami selalu sampaikan ini, tapi mungkin lupa ya,” ujarnya.

   
demikian dikatakan petani lainnya, Karmin. Katanya, setiap harinya hanya bisa termenung sambil duduk di teras rumahnya yang sempit, kadang ia hanya sendiri, kadang juga di temani tetangga.
 Setiap hari, buah bibir yang sama, seolah tak pernah basi, malah semakin hangat dan menarik perhatian.

 “Kemarin saya sudah keliling, dari Surabaya kemudian ke Labuhan Haji, Tanjung Teros kemudian ke Sakra, setiap toko itu masih belum ada pupuk,” cerita dia kepada Radarmandalika.id.

Fathurahman yang merupakan tetangga Kamrin juga menceritakan hal yang sama. Katanya, petani yang memiliki lahan sekitar 50 are tersebut bercerita perjalanannya setiap hari keluar mencari pupuk subsidi untuk tanaman padinya.
 “Sudah tiga hari saya keliling- keliling mencari pupuk, mulai dari Labuhan, Keruak, Sakra, bahkan sampai Masbagek, pupuk urea ini masih kurang, hanya ada jatah orang- orang tertentu,” sebut bapak kepala tiga itu.


Fathur juga menyinggung padinya yang sudah usia pupuk, jika dalam beberapa waktu kedepan belum ada pupuk, ini pasti akan berdampak pada penghasilan yang mereka dapatkan. Pertumbuhannya akan terganggu akibat telat dipupuk, apa lagi ditambah ketersediaan air yang sering kurang mencukupi.
 

“Kalau terlambat pemupukan pertama, padi ini akan kurang, jika sudah kurang otomatis hasilnya juga aka kurang,” yakinnya, Kamis kemarin.


 Cerita ini terus menarik seiring dengan berdatangannya warga sekitar, mengerutu masalah yang sama, pupuk subsidi.
 Pembicaraan pun meluas, saling menyalahkan pun tak bisa terhindari. Sudut berugak itu satu sisi menyalahkan pemerintah yang seolah lepas tangan akan masalah ini.
 “Ini hanya politik dari pemerintah agar bisa menaikkan harga, seharusnya memudahkan kita agar hasil panen kita bisa lebih bayak,” sambung Muhammad Ali.
 Ini juga dibenarkan oleh warga yang lain, dia sesalkan kelangkaan dan lonjakan harga yang tinggi setiap petani membutuhkan pupuk tersebut.
 “Ketika kita panen harga gabah kita pasti turun, sedangkan saat kita butuh pupuk harganya terus naik,” sesal Junaidi.
Di berugak ini menggambarkan penderitaan dan jeritan masyarakat lapisan bawah yang terus tertindas akibat sistem yang semakin menyulitkan mereka.
 Beranjak dari berugak, Radarmandalika.id menemui petani lainnya yang sedang menanam padi di sawahnya, apakah ada angin segar dari jeritan di berugak kecil tadi.
 
 “Ini saya baru tanam di area sekitar 20 are, setelah lama menunggu air irigasi sampai ke sini,” jelas Raham.
 Sontak dia berbicara soal pupuk, ia mengaku ditawarkan pupuk subsidi dengan harga Rp 250 ribu per kwintalnya, namun petani kepala dua itu belum mampu membeli pupuk karena belum cukup uangnya.
 “Modal sudah habis untuk bayar bajak sawah, penanaman, lagi di tambah harga pupuk mahal, dari mana petani bisa untung,” keluhnya.
 

Sambil melihat para buruh yang menanam padi, ia menyayangkan kondisi ini, menjadi petani sudah puluhan tahun, penyakit tahunan ini masih belum bisa diselesaikan pemerintah, khusunya Dinas Pertanian.
 Jeritan ini hanyalah sebatas keputusasaan mereka dengan kondisi yang ada, namun mereka tetap berharap belas kasih pemerintah untuk lebih memperhatikan masyarakat lapisan bawah.


 “Hanya lewat kantor bilang pupuk tersedia, coba turun ke lapangan lihat kondisi petani,” ungkap petani asal Kecamatan Sakra Timur itu.(*)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 234

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *