MATARAM – Proses pengembalian kekurangan volume sejumlah pengerjaan paket proyek pada Dinas PUPR tahun 2022 lalu sebesar Rp 14 miliar terus dikawal Inspektorat NTB. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menemukan ada 14 paket yang hitungan kekurangan volumenya mencapai Rp 14 miliar. Sampai saat ini pengembalian baru dilakukan sebesar Rp 5 miliar lebih.
Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim menegaskan sejak keluarnya rekomendasi BPK pada 22 Desember 2022 Nomor 176/LHP-DTT/XIX.MTR/12/2022 pihaknya terus melakukan pengawasan serta pengawalan proses pengembaliannya.
“Intinya pengembalian terus berproses,” tegas Ibnu di Mataram, kemarin.
Inspektorat menegaskan temuan BPK sebesar Rp 14 miliar itu merupakan temuan kumulatif dari sekian kegiatan fisik dari banyak penyedia, dimana besaran temuannya bervariasi. Dari temuan itu BPK lalu merekomendasi untuk dilakukan pengembalian lebih bayar selama 60 hari sejak rekomendasi dikeluarkan.
“Dan itu tertuang dalam komitmen bersama,” katanya.
Bentuk komitmen tersebut tertuang dalam Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM) yang telah ditandatangani pihak ketiga. Artinya dalam masa 60 hari sudah ada komitmen kesanggupan untuk membayar. Menurut Ibnu jika rekanan belum juga mengembalikan dikarenakan mereka belum lunas dibayar Pemprov hal tersebut kasuistik.
“Mereka masih menunggu pembayaran pekerjaan. Itulah yang menjadi pertimbangan kita bisa toleransi batas waktu 60 hari (kasuistis),” jelasnya.
Pada prinsipnya Inspektorat tetap melakukan pengawalan pengembalian. Jikapun sedikit terlambat hal itu tidak menjadi satu masalah.
“Ndak masalah yang penting uangnya ada (dikembalikan). Kan soal waktu saja. Yang jelas setoran pengembalian terus berjalan,” bebernya.
“Setelah pembayaran (dari Pemprov) bisa kita terima karena jelas ada komitmen dan uangnya. Kita maklumi karena (mereka) belum dibayar. Yang masalah itu kalau tidak ada uangnya,” sambungnya.
Temuan media ini, satu perusahaan akan mengembalikan dana kelebihan bayar cukup besar. Misalnya PT FK diharuskan mengembalikan sejumlah Rp 512.509.000 dari nilai kontrak Rp 28.760.051.000 pada paket 2 Keruak-Labuan Haji, Jembatan Korleko.
Pada surat pernyataan yang ditandatangani rekanan di point dua disebutkan pengembalian atas temuan tersebut dilakukan dengan cara mengangsur dan pelunasannya dilakukan pada saat paket pekerjaan tersebut selesai dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi NTB.
Sementara itu Kepala Bidang Bina Marga PUPR NTB, Lies Nurkomalasari mengaku progres pengembalian pihak ketiga sudah mencapai 40 persen.
“Lebih kurang 40an persen,” ucap Lies terpisah. Pihaknya mengklaim terus mendorong pihak ketiga untuk tetap menjalankan rekomendasi BPK tersebut.
“Kita lagi fokus untuk selesaikan,” katanya.
Dijelaskannya paket pekerjaan yang dilakukan kontrakĀ masih belum semua lunas dibayarkan Pemprov. Hal ini menjadi kendala pengembalian rekomendasi BPK tersebut sedikit terlambat dari waktu yang diberikan BPK.
“Ia seperti itu. Menunggu pembayaran pemerintah,” katanya.
Sesuai kesepakatan ketika Pemprov sudah melunasi pembayaran maka pihak ketiga baru bisa menyelesaikan temuan BPK tersebut.
“Mereka dibayar (Pemprov) mereka membayar (mengembalikan),” katanya.
Sisa hutang Pemprov kepada pihak ketiga masih tersisa 30 persen dari nilai kontrak. Keterlambatan pembayaran pemerintah itu disebabkan kondisi keuangan daerah sebagai dampak dari Covid-19.
“Mereka belum ada yang dibayar semua oleh pemerintah. Kita maklumi kondisi keuangan kita karena Covid dan lainnya,” terangnya.
“Yang jelas masih berjalan semuanya (proses pengembalian),” sambungnya.
Diketahui dalam LHP BPK terungkapĀ bahwa pada 15 paket pekerjaan fisik Dinas PUPR terdapat kekurangan kelebihan bayar alias kekurangan volume pengerjaan sebesar 14,49 miliar. Hingga saat ini progres pengembalian di angka RP. 5.201.007.000. (jho)