DOK/RADAR MANDALIKA Zulkifleimansyah - H Djohan Sjamsu

MATARAM – Polemik addendum masih terjadi di tengah masyarakat. Hal ini membuat Gubernur NTB, Zulkielimansyah turun gunung. Bang Zul pun mengeluarkan ancaman. Kendati poin addendum telah ditandatangani kedua pihak (Pemrprov – PT GTI) dalam sebuah MoU kata gubernur, jika tidak dapat menguntungkan masyarakat maka langkah pemutusan kontrak akan diambil.
“Kalau PT GTI setuju dan mau mengakomodir keinginan dan masukan masyarakat, ya oke addendum. Kalau nggak ya dengan sangat terpaksa kontrak harus diputuskan,” tegas gubernur usai memimpin rapat evaluasi proses addendum antara Pemprov NTB dengan PT GTI, Selasa kemarin.

Gubernur menegaskan, aset pemerintah Provinsi NTB seluas 65 hektare yang ada di Gili Trawangan semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana memastikan bahwa pemanfaatan lahan tersebut dapat benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Gili Trawangan.

“Kami sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa aset Pemprov NTB di Gili Trawangan harus mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar,” kata gubernur.

Gubernur tidak memungkiri hingga saat ini masyarakat Gili Trawangan masih menolak keputusan addendum itu. Untuk itu Pemprov NTB akan menempatkan masyarakat asli Gili Trawangan yang selama ini hidup dan menjalankan usaha untuk penghidupan di Gili Trawangan adalah sebagai satu kesatuan dalam adendum.

“Sikap saya dan Bupati Lombok Utara terkait hal ini juga sama, bahwa mau Adendum atau pemutusan kontrak yang penting masyarakat asli Gili Trawangan harus dilindungi dan diberdayakan,” tegasnya.

Dalam acara tersebut gubernur juga mengatakan terungkap beberapa temuan seperti yang disampaikan oleh pihak Kejaksaan yang cukup mengagetkan, bahwa dengan keadaan status quo seperti sekarang ada pihak-pihak yang diuntungkan sampai puluhan miliar karena menyewakan atau menjual aset daerah. Gubernur pun meminta Aparat Penegak Hukum (APH) bisa bertindak secepat mungkin.

“Nah yang begini-begini ini perlu segera dibereskan oleh aparat penegak hukum. Mengingat telah menjadi kesepakatan bahwa Gili Trawangan harus dinikmati dan dimaksimalkan keberadaannya terutama oleh warga asli untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Gili sendiri, ” terangnya.

Gubernur tidak menginginkan pengusaha yang menguasai lahan dan manyalahgunakan untuk kepentingan mendapatkan kekayaan pribadi mencapai milyaran. Sehingga ini akan dilakukan proses dan diserahkan kepada Kejaksaan untuk diambil langkah-langkah segera.

“Karena mengingat bahwa Gili Trawangan adalah aset pemprov dengan potensi yang mampu mendatangkan kesejahteraan, maka yang paling utama bagi Pemrov NTB adalah akan menjadikan Gili Trawangan sebesar-besarnya memiliki kemanfaatan bagi warga asli, sesuai sistim pengelolaan aset daerah yang dibenarkan,” pungkasnya.

Gubernur mengatakan besok pagi (hari ini, red) tindak lanjut dari pertemuan itu akan dilanjutkan dengan rapat bersama Kementrian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI.

Sementara itu, Bupati Lombok Utara H. Djohan Sjamsu angkat bicara dalam persoalan addendum PT GTI. Orang nomor satu di Gumi Tioq Tata Tunaq ini meminta Pemprov NTB untuk mendengarkan tuntutan masyarakat. Pasalnya, GTI sudah terlalu lama menguasai lahan di sana dan tidak kunjung ada hasil.
Menurutnya, masyarakat sudah lama menempati lahan tersebut dan mendirikan sejumlah usaha. Otomatis hal ini menjadi sumber kehidupan masyarakat di sana, sehingga ketika kontrak GTI diperpanjang maka yang akan menjadi korban justru masyarakat. Djohan mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Gubernur NTB Dr. H. Zulkifliemansyah beberapa waktu yang lalu.

“Saya sudah berbicara dengan Pak Gubernur. Saya bilang lebih baik kontraknya itu diputus saja,” ungkap Djohan di ruang kerjanya, Senin (26/7).

Dijelaskan, selama GTI menguasai lahan tersebut nyaris tidak ada kontribusi yang didapatkan pemerintah daerah. Terlebih saat ini di masa pandemi banyak warga maupun pengusaha yang tengah kesusahan. Sehingga ketika Pemprov NTB bekerjasama dengan masyarakat untuk diberi kesempatan hal itu dirasa menjadi opsi yang lebih baik. “Kita berikan kesempatan pada masyarakat terlebih dalam situasi pandemi covid ini. Sudah tidak usah diperpanjang lagi penguasaan lahan itu tidak ada gunanya,” jelasnya.

“Karena mereka secara intens sudah berada di lahan, dan memang usahanya sudah ada di situ,” imbunya.(dhe/jho)

50% LikesVS
50% Dislikes
Post Views : 297

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *