LOBAR—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat (Lobar) kembali didemo para aktivis, Rabu (12/7). Banyaknya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi perumahan disorot aktivis yang tergabung dalam Koalisi Gabungan Aktivis (KUAT NTB) NTB. Meski hanya 20 orang yang melakukan aksi, Pemkab Lobar tetap menemui para pendemo untuk berdiskusi.
“Mestinya harus bisa diketahui khalayak, seperti apa, bagaimana dan dimana sebenarnya zona yang ditetapkan sebagai lahan dilindungi,” ujar Koordinator Aksi, Mursidin.
Banyaknya lahan produktif yang beralih fungsi menjadi perumahan dinilai Mursidin sangat mengkhawatirkan. Ia pun menduga pembangunan perumahan itu banyak yang menyalahi ketentuan.
“Bahkan ada yang sampai belum berizin segala macam. Kami ada datanya terkait bangunan yang menyalahi regulasi itu, misalnya ada bangunan Pertamina, SPBE, termasuk bangunan perumahan. Itu yang menjadi temuan kami,” tegasnya.
Kondisi itu kata Mursidin menunjukkan ketidakseriusan pemerintah daerah melindungi lahan pertanian produktif di Lobar. Bahkan Tim Koordinasi Pemerintah Daerah (TKPRD) yang dibentuk seolah tidak berfungsi. “Sudah Bubarkan saja TKPRD. Kami malah curiga, mereka ada kongkalikong dengan pengembang,” tuduhnya.
Mursidin menerangkan, aktivitas para pengembang tersebut seolah-olah tanpa kontrol. Sebagai upaya kongkrit, dia mendesak pemerintah untuk segera membentuk Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). “Sampai hari ini, kita belum punya perda RDTR dan RTRW. Jika sudah ada regulasi terkait tata ruang wilayah, maka pembangunan di Lobar lebih terarah karena menjadi tolak ukur pembangunan. Karena kalau tidak ada regulasi yang dibarengi dengan ketegasan pemerintah, maka tata ruang kita semakin berantakan keberadaannya,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Lobar, HL Winengan ketika menemui demonstran mengatakan, luas lahan sawah dilindungi di Lobar mencapai 14 ribu hektare. Dari luas lahan itu, 3 ribuan hektare menunjukan warna hijau. Sedangkan 10 ribuan itu masuk zona merah dan kuning.
Di zona hijau itu, masih boleh didirikan bangunan. Di zona itulah yang selama ini dimanfaatkan untuk pengembangan perumahan maupun investasi lainnya. “Kalau di warna merah tidak boleh, harus dilindungi,” katanya.
Lahan produktif warna hijau itu terdapat di Kecamatan Labuapi, Gerung, dan Kuripan. Karena itu, wajar jika di tiga kecamatan tersebut marak aktivitas pembangunan. “Lombok Barat masuk daerah berkembang, sehingga masih membutuhkan banyak investasi,” tutupnya. (win)